Wakil Ketua MPR: Jangan-jangan Koruptor tak Takut Dihukum Mati
Kenaikan gaji dan remunerasi, lanjutnya, juga tidak membuat pejabat dan pegawai berhenti korupsi.
Penulis: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perasaan Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari campur aduk antara senang dan sedih, terkait hasil operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap Kepala SKK Migas non aktif Rudi Rubiandini.
Hajriyanto senang, karena para tersangka koruptor berhasil ditangkap untuk diadili dan dihukum. Namun, ia sedih karena korupsi masih merajalela di negeri ini.
"Penangkapan mantan pimpinan SKK Migas benar-benar menyedihkan. Ini berarti serentetan peristiwa penangkapan yang dilakukan KPK selama ini, sama sekali tidak menghasilkan efek jera pada pejabat-pejabat kita," ujar politisi Partai Golkar kepada Tribunnews.com, Kamis (15/8/2013).
Ia menuturkan, jangankan menimbulkan rasa takut atau efek jera, sekadar perasaan kapok pun tidak.
Bahkan, menurut Hajriyanto, praktik-praktik korupsi tetap semarak, suap tetap merajalela, dan kongkalikong petugas pajak dengan para wajib pajak, masih tetap berjalan. Modus operandi tindak pidana korupsi pun mengalami diversifikasi yang semakin beraneka ragam.
"Saya melihat kegarangan KPK dalam melakukan penggeledahan, penangkapan, dan menyeret para koruptor selama ini tidak ngaruh sama sekali," tuturnya.
Jika kondisi ini terus berlangsung, paparnya, maka sudah waktunya dicari jenis hukuman lain untuk menghentikan korupsi di negeri ini.
Namun, Hajriyanto tak tahu lagi jenis penanganan dan hukuman seperti apa lagi yang harus dilakukan KPK, untuk membuat para pegawai dan pejabat negara berhenti korupsi.
"Jangan-jangan, dihukum mati pun mereka sudah tidak takut lagi," cetusnya.
Kenaikan gaji dan remunerasi, lanjutnya, juga tidak membuat pejabat dan pegawai berhenti korupsi. Teori menaikkan gaji dan remunerasi untuk menghentikan korupsi, menurtnya sudah kuno.
"Itu teori klise yang terbukti ngawur! Sudah jelas sekarang, kalau memang dasarnya korup, ya tetap saja korup, meskipun kesejahteraannya sudah diperhatikan," sindirnya.
Hajriyanto menilai, negara ini perlu melakukan langkah drastis yang inkonvensional.
"Yang terjadi di negeri ini adalah bahwa korupsi itu satu hal. Sementara, pemberantasan korupsi itu hal yang lain lagi. Keduanya tidak berhubungan. Tidak nyambung!" kritiknya. (*)