Sidang Vonis Ratna Dewi Umar Ditunda Hakim Tipikor
Vonis Ratna akan dijadwalkan ulang pada Senin (2/9/2013) depan
Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang putusan terdakwa dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan yang merupakan mantan Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementerian Kesehatan, Ratna Dewi Umar, ditunda majelis hakim pengadilan Tipikor, Jakarta.
Vonis Ratna akan dijadwalkan ulang pada Senin (2/9/2013) depan.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Nawawi Pomolango menjelaskan, sidang ditunda karena putusan yang akan dibacakan belum sempurna.
"Ada hal yang kemudian kami sepakati harus kami rundingkan kembali dalam musyawarah. Putusan sudah dalam keadaan jadi, tapi tidak mungkin masih kondisi coret-coretan, Kami lebih bersikap menunda pembacaannya," ujar Nawawi, Kamis(29/8/2013).
Nawawi mengatakan ada beberapa kendala dalam proses musyawarah. Diantaranya ketika salah satu hakim menderita sakit sehingga musyawarah sempat ditunda.
"Pada saat yang bersamaan, ada rekan hakim yang sakit sehingga forum musyawawh itu kami pending beberapa waktu," terang Nawawi.
Ratna sebelumnya telah hadir di Pengadilan Tipikor dan mengaku siap menjalani vonisnya.
Ratna dituntut 5 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum KPK.
Dia dianggap terbukti secara bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dengan menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) atau kuasa pengguna anggaran (KPA) dalam empat proyek pengadaan di Menkes.
Proyek pertama, pengadaan alat kesehatan dan perbekalan dalam rangka wabah flu burung tahun anggaran 2006 di Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik.
Proyek kedua, penggunaan sisa dana Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2006 pada Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar Ditjen Bina Pelayanan Medik Depkes.
Proyek ketiga, pengadaan peralatan kesehatan untuk melengkapi rumah sakit rujukan penanganan flu burung dari DIPA anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) perubahan tahun anggaran 2007.
Keempat, pengadaan reagen dan consumable penanganan virus flu burung dari DIPA APBN-P tahun anggaran 2007. Ratna disebut melakukan pengaturan perusahaan yang menjadi pelaksana proyek-proyek tersebut.
Perbuatan Ratna dianggap telah menguntungkan korporasi yakni PT Rajawali Nusindo, PT Prasasti Mitra, PT Airindo Sentra Medika, PT Fondaco Mitratama, PT Kartika Sentamas, PT Heltindo Internasional, PT Kimia Farma Trading, PT Bhineka Usada Raya, dan PT Cahaya Prima Cemerlang.
Ratna dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan UU 31/1999 jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 jo Pasal 65 Ayat (1) KUH Pidana sebagaimana dakwaan primer.
Akibat perbuatannya, negara diduga mengalami kerugian senilai Rp 50,44 miliar.