FSP BUMN Mengendus Korupsi Sistemik Arifin Tasrif di PT PG
Federasi Serikat Pekerja BUMN (FSP BUMN) Bersatu menemukan indikasi korupsi sistemik di Perusahaan BUMN.
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Widiyabuana Slay
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM - Federasi Serikat Pekerja BUMN (FSP BUMN) Bersatu menemukan indikasi korupsi sistemik di Perusahaan BUMN. Kali ini, FSP mengendus korupsi sistemik yang dilakukan Arifin Tasrif, mantan Direktur PT Petrokimia Gresik (PT PG) periode 2001-2010.
Prakoso Wibowo, Ketua Harian FSP BUMN Bersatu mengatakan, korupsi sistemik itu terlihat dari pengadaan yang bermasalah.
Prakoso menyebutkan, hasil pemeriksaan terhadap dokumen pengadaan RP dari GWCPIEC, selama tahun 2004 dilakukan 5 kali pengiriman melalui kapal sebanyak 187. 836,00 MT. Setelah tiba di Gedung Gresik dilakukan uji kualitas yang dilakukan oleh Sucofindo.
"Dari hasil uji kualitas diketahui bahwa PO No. 352/LN/2004, sebanyak 37.102,00 MT memenuhi standar kualitas yang ditetapkan dalam perjanjian. Sedangkan terhadap 4 PO lainnya yaitu No. 865/LN/2003, No.062/LN/2004, No. 149/LN/2004 dan No. 440/LN/2004 sebanyak 150.734,00 MT, kualitasnya berada dibawah standar yang ditetapkan dalam perjanjian sehingga PT PG berhak atas klaim," jelasnya dalam keterangan pers yang diterima Tribunnews.com, Minggu (15/9/2013).
Kemudian, dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara saldo bank menurut rekening koran dengan saldo menurut pembukuan Akuntansi, yaitu saldo rekening bank lebih tinggi dari saldo menurut buku pada bulan januari, juni, oktober dan november tahun 2004.
Rinciannya, pada bulan Januari 2004, saldo rekening koran lebih besar Rp 42 miliar. Kemudian, pada Juni 2004, saldo rekening koran lebih besar Rp 60 miliar. Oktober 2004, saldo rekening koran lebih besar 69 miliar. November 2004, saldo rekening koran lebih besar 87 miliar.
"PT PG seharusnya melakukan rekonsiliasi bank secara teratur setiap bulan dan bila terdapat selisih segera menyesuaikannya sehingga saldo bank di pembukuan selalu sesuai dengan saldo fisik yang ada di Bank," lanjutnya.
BPK telah memeriksa perhitungan subsidi pupuk urea dan non urea PT Petrokimia Gresik (PT PG) TA 2007 yang diajukan kepada Pemerintah masing-masing sebesar Rp 176,81 miliar dan Rp 2,08 triliun.
Menurut Wibowo, ada beberapa hal yang bisa diperhatikan penegak hukum, terutama KPK, dalam mengusut korupsi sistemik pupuk.
"Koreksi perhitungan subsidi pupuk urea dan non urea sebesar Rp 1,04 miliar sehingga jumlah subsidi pupuk urea yang seharusnya diberikan sebesar Rp 175,76 miliar. Dari jumlah subsidi pupuk urea yang seharusnya diberikan kepada PT PG tersebut, Pemerintah telah membayar kepada PT PG sebesar Rp 182,30 miliar sehingga jumlah subsidi pupuk urea lebih dibayarkan oleh Pemerintah kepada PT PG sebesar Rp 6,53 miliar," katanya.
Kemudian, koreksi perhitungan subsidi pupuk non urea sebesar Rp 28,23 miliar sehingga jumlah subsidi pupuk non urea yang seharusnya diberikan berdasarkan sebesar Rp 2,05 triliun.
Dari jumlah subsidi pupuk non urea yang seharusnya diberikan kepada PT PG tersebut, Pemerintah telah membayar kepada PT PG sebesar Rp 1,97 triliun, sehingga PT PG masih kurang menerima subsidi pupuk non urea sebesar Rp 78,26 miliar.
"Kami minta KPK memeriksa Arifin Tasrif, demi Tegaknya Hukum dan Keadilan Kami berharap Pimpinan KPK segera memeriksa dan menangkap Saudara Arifin," kata Prakoso.