Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Polri Perbolehkan Anggotanya Lakukan Pengawalan

Pengawalan yang dilakukan Bripka Sukardi terhadap enam truk pengangkut elevator part untuk Rasuna Tower termasuk kegiatan

Penulis: Adi Suhendi
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Polri Perbolehkan Anggotanya Lakukan Pengawalan
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Putra bungsu almarhum Bripka Sukardi atau Aipda Anumerta Sukardi menangis saat upacara pelepasan jenazah ayahandanya di Gedung Sanggita, Asrama Polri, Cipinang, Jakarta Timur, Rabu (11/9/2013). Aipda Anumerta Sukardi ditembak orang tak dikenal Selasa (10/9/2013) malam di depan Gedung KPK saat sedang melakukan pengawalan. (TRIBUNNEWS/DANY PERMANA) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Adi Suhendi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengawalan yang dilakukan Bripka Sukardi terhadap enam truk pengangkut elevator part untuk Rasuna Tower termasuk kegiatan yang diperbolehkan meskipun dilakukan secara personal.

Demikian diungkapkan Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Ronny Franky Sompie saat berbincang dengan wartawan, Jumat (20/9/2013) malam.

"Boleh itu (melakukan pengawalan berdasarkan permintaan kepada seorang personel polisi). Kalau tidak boleh Bripka Sukardi tidak mungkin mendapatkan kenaikan pangkat, dengan adanya hal tersebut merupakan bukti bahwa hal itu dibolehkan," kata Ronny.

Tetapi apa yang dilakukan Bripka Sukardi saat melakukan pengawalan tidak sesuai Standar Operating Prosedur (SOP) sehingga dirinya menjadi korban.

"Hanya yang dilakukan beliau tidak sesuai SOP sehingga dia meninggal dunia, itu risiko yang dia tanggung," katanya.

Masyarakat bisa meminta bantuan Polri dalam mengawal sesuatu, permintaan bisa dilakukan melalui institusi lewat surat dari pemohon kemudian akan dikomunikasikan dengan anggota di lapangan sehingga pengawalan bisa dilakukan sesuai SOP.

Berita Rekomendasi

"Prosedurnya minta ke institusi Polri, nanti polisi akan memberikan pengawalan," katanya.

Banyak kemungkinan yang melatarbelakangi ditembaknya Bripka Sukardi. Kemungkinan pertama bisa terjadi karena persaingan bisnis, dendam, persaingan pengawalan, bahkan motif teror. Semua itu kini masih menjadi bagian dari penyelidikan. Kepolisian belum bisa menyimpulkan motif dibalik peristiwa berdarah di depan Gedung KPK tersebut.

"Berbagai kemungkinan bisa saja, sampai sekarang kita belum ada informasi dari penyidik, kita tunggu saja informasi dari penyidik, daripada kita beranggapan karena persaingan nanti tahu tahu bukan. Tanya kemungkinan semua bisa, tapi penyidik lebih mengutamakan fakta supaya terarah," katanya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas