Nazaruddin Juga Beberkan Oknum Penerima Suap Proyek e-KTP
Kubu Nazaruddin juga melaporkan dugaan penerimaan suap yang melibatkan sejumlah pihak, untuk kelancaran proyek senilai Rp 5,9 triliun.
Penulis: Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muhammad Nazaruddin, terpidana kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games, melalui penasihat hukumnya, Elza Syarief, tak hanya melaporkan rekayasa proyek e-KTP ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (24/9/2013).
Berdasarkan dokumen yang dimiliki, kubu Nazaruddin juga melaporkan dugaan penerimaan suap yang melibatkan sejumlah pihak, untuk kelancaran proyek senilai Rp 5,9 triliun.
Berdasarkan dokumen yang diterima Tribunnews.com, Ketua Fraksi Golkar sekaligus Bendahara Umu Partai Golkar Setya Novanto, dan Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, disebutkan paling berperan dalam proyek tersebut.
Nazaruddin juga membeberkan dugaan keterlibatan pihak Kemendagri melalui Komisi II DPR yang diketuai Hairuman Harahap dan Sekjen Kemendagri Dian Anggraeni.
Dalam dokumen itu disebutkan, terjadi kesepakatan antara Setya Novanto, Anas Urbaningrum, Nazaruddin, dan Andi Septinus, untuk menyelesaikan komitmen kontrak yang telah ditandatangani. Dan seseorang bernama Azmi Aulia Dahlan.
Lima konsorsium secara bertahap menyerahkan uang senilai Rp 300 miliar, di mana 2,5 persen di antaranya untuk Anas.
Lima konsorsium itu adalah PT PNRI yang mencetak blangko e-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) yang melaksanakan tugas dan bimbingan teknis, PT LEN Industri yang mengadakan perangkan keras AFIS, PT Quadra Solution yang bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak, serta PT Sandipala Arthaputra (SAP).
"Andi Septianus menyerahkan uang atas perintah Setya Novanto. Uang itu digunakan untuk kemenangan Anas Urbaningrum sebagai calon Ketua Umum Partai Demokrat," tulis mantan Anggota Banggar DPR, dalam dokumen setebal enam halaman.
Sementara, di jalur Kemendagri, terjadi kesepakatan commitment fee untuk pejabat dan tim panitia sebesar 8 persen, 3 persen untuk Mendagri melalui Azmi Aulia Dahlan, serta 5 persen dibagikan ke Sekjen, PPK, dan tim panitia.
Sedangkan untuk ketua dan wakil ketua Komisi II DPR dan anggota, kesepakatan sebesar 2,5 persen. Ketua dan wakil ketua Badan Anggaran juga sebesar 2,5 persen.
Suami Neneng Sri Wahyuni menjabarkan, Andi Septinus memberikan 1 juta dolar AS kepada Anas pada April 2010. Uang tersebut diserahkan Andi di hadapan Setyo Novanto di ruangan lantai 12 Gedung DPR.
Andi juga menyerahkan uang realisasi kedua sebesar 2 juta dolar AS kepada Azmi Aulia Dahlan, karena telah terjadi kesepakatan persiapan anggaran dari DPR, pada September 2010.
Uang realisasi ketiga diserahkan sebesar 1 juta dolar AS kepada Olly Dondokambey di ruangannya, dan diserahkan oleh Andi Septinus atas perintah Novanto, disaksikan Nazaruddin. Uang sebesar 500 ribu dolar AS juga diberikan kepada Melchias Mekeng.
Mirwan Amir dari Demokrat pun kecipratan uang realisasi keempat sebesar 500 ribu dolar AS, yang diserahkan Andi Septinus atas perintah Novanto.
Sekitar Maret 2010, terjadi pertemuan di restoran Nippon Kan Hotel Sultan antara Anas, Novanto, Nazaruddin, dan Andi Septinus. Saat itu, terjadi penyerahan uang sebesar 500 ribu dolar AS kepada Nazaruddin, untuk 2,5 persen dari nilai kontrak Rp 5,9 triliun.
"Sebagai bukti petunjuk dapat ditelusuri bukti pembayaran makan di restoran Jepang Nippon Kan menggunakan kartu kredit oleh Andi Septinus," jelas Nazaruddin.
Ada pula proyek baju hansip senilai lebih Rp 400 miliar. Kata Nazar, Anas menerima Rp 5 miliar dari Andi Septinus.
Pada Oktober 2010, terjadi penyerahan uang kepada Hairuman Harahap dan Ganjar Pranowo, masing-masing sebesar 500 ribu dolar AS, serta kepada Arif Wibowo untuk jatah anggota Banggar Komisi II.
Semua permasalahan tersebut, kata Nazarrudin dalam datanya, ia ketahui pada pertemuan di Plaza Senayan, November 2010, yang dihadiri Anas, Novanto, dan Andi.