Korban Lumpur Lapindo Tuntut Informasi Jaminan Kesehatan Nasional
Sedikitnya informasi publik yang bisa didapatkan terkait dengan rencana pemerintah
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keterbukaan informasi publik rupanya masih menjadi barang langka dalam penyelenggaraan kebijakan-kebijakan pemerintah. Meskipun telah mengeluarkan UU KIP Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, namun sayangnya, semangat transparansi dan akuntabilitas yang menjadi fondasi lahirnya undang-undang tersebut masih jauh dari kenyataan.
Menyambut Hari Hak untuk Tahu (Right to Know Day) yang jatuh pada tanggal 28 September 2013 ini, warga korban Lumpur Lapindo yang tergabung dalam komunitas Ar-Rohmah, Korban Lapindo Menggugat (KLM) serta Komunitas Jimpitan Sehat mengaku bahwa akses informasi publik terkait akan diselenggarakannya program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada Januari 2014 ternyata masih sangat minim.
Sedikitnya informasi publik yang bisa didapatkan terkait dengan rencana pemerintah tersebut menimbulkan banyak permasalahan.
“Terus terang kami hanya mendapatkan informasi yang sedikit sekali mengenai program layanan kesehatan dari pemerintah. Dulu Jamkesmas banyak korban Lapindo yang ‘kancrit’ (ketinggalan). Sekarang katanya mau ada program JKN, kita juga belum dapat informasi apa-apa. Masa kita ini mau ketinggalan lagi?” kata Harwati(42), warga Siring yang juga merupakan Koordinator Komunitas Ar-Rohmah dalam siaran pers yang diterima Tribunnews, Sabtu(28/9/2013).
Perempuan yang sehari-hari mencari nafkah sebagai tukang ojek di atas tanggul penahan Lumpur Lapindo ini menerangkan bahwa sulitnya mendapatkan jaminan layanan kesehatan dari pemerintah sangat berdampak bagi kondisi korban Lapindo yang secara ekonomi sudah terpuruk.
”Lapindo ini belum menyelesaikan pembayaran ganti rugi tanah dan bangunan kami. Terus sumber nafkah kita yang dulu juga sudah banyak yang hancur, kalau kita sakit masih harus membayar biaya pengobatan yang mahal. Harusnya pemerintah itu peka soal kondisi korban Lapindo,” ujar Harwati.
Ketersediaan informasi mengenai Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang akan diselenggarakan per Januari 2014 ini bagi korban Lapindo tampak sangat minim dan membingungkan. Akibatnya banyak warga korban Lumpur Lapindo yang mengalami kebingungan dengan program asuransi kesehatan ini.
Tak pelak, minimnya informasi ini memunculkan keresahan tersendiri bagi korban Lumpur. Mereka umumnya khawatir program baru pemerintah ini tidak dapat mereka akses. Karena itulah mereka melakukan permintaan informasi dengan Dinas Kesehatan mengenai program JKN pada hari kamis, 26 september 2013 kemarin.
“Kami sudah meminta informasi ke Dinas Kesehatan hari kamis kemarin (26/09/2013). Namun jawaban dari Dinkes juga belum memuaskan. Kita masih belum tahu lembaga atau departemen apa yang berwenang menentukan siapa yang berhak memperoleh kartu JKN,” tutur Abdul Rokhim(51) dari desa Besuki, Jabon, Sidoarjo.
Belum jelasnya informasi tentang program JKN memaksa korban Lapindo untuk mencari-cari sendiri informasi ini. Padahal seharusnya Pemerintah berperan proaktif dalam menyampaikan informasi publik yang dibutuhkan oleh warganya. Ketiadaan sikap proaktif Pemerintah ini dikeluhkan oleh korban Lapindo.
“Seharusnya pemerintah yang lebih aktif memberikan informasi mengenai jaminan kesehatan kepada masyarakat, bukan kami yang harus kesana-kemari mencari tahu,” tegas Muhammad Nurul Hidayat(30), warga desa Gempolsari yang tergabung dalam Korban Lapindo Menggugat (KLM).
Bagi Hidayat kelambanan pemerintah menyampaikan informasi yang dibutuhkan masyarakat membuat masyarakat menjadi kebingungan mengenai kebijakan yang dijalankan.
“Kesehatan ini masalah yang penting, apalagi kami tinggal di wilayah yang lingkungannya sudah dirusak dan tidak sehat, tanggung jawab pemerintahlah untuk memberikan jaminan kesehatan bagi korban Lumpur” terang Hidayat.
Lebih lanjut, informasi menjadi penting bagi Korban Lapindo. Sejak lumpur panas mengusir warga di sekitar sumur banjar panji 1 milik perusahan Lapindo Brantas, warga yang menjadi korban sangat kesulitan mengakses informasi soal kesehatan. Padahal warga yang tinggal disekitar tanggul Lumpur sangat bereksiko berbagai penyakit.
Sedangkan informasi kesehatan yang diprogramkan Pemerintah baik itu berupa JAMKESMAS dan JKN sangat minim diperoleh warga. Ditambah lagi kondisi penyelesaian ganti rugi yang belum selesai, juga makin memberatkan jika warga tidak terdaftar sebagai peserta PBI.
Pada hari Kamis kemarin korban Lapindo yang mendatangi Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo meminta informasi tentang Program JKN. Ternyata Dinkes Sidoarjo juga tidak bisa memberikan kejelasan informasi soal program JKN.
Kekecewaan warga semakin bertambah saat mengetahui jika warga dipastikan tidak terdaftar sebagai Peserta PBI. Meskipun sampai 2014 warga masih bisa memanfaatkan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) untuk berobat.
“Permintaan informasi yang kami tujukan kepada Dinkes ini sangat mengecewakan. Dinkes terkesan menutup diri dengan tidak memberikan informasi yang banyak. Informasi yang hanya kami dapatkan bahwa kami korban Lapindo yang belum didata sebagai peserta PBI, dipastikan per Januari 2014 besok tidak menerima layanan JKN. Kami disarankan tetap mengunakan SKTM sebagai penganti JKN. Ini sangat merepotkan kami,” kata Dwi salah satu warga Korban lapindo yang ikut meminta informasi ke Dinkes Sidoarjo.
Karena kecewa dengan hasil permintaan informasi ke Dinkes Sidoarjo, warga berencana akan mengirmkan surat permintaan informasi kepada Dinas Kesehatan Sidaorjo, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) terkait Program JKN dan Peserta PIB. Tidak hanya itu, Warga juga akan meminta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kebupaten Sidoajo untuk memfasilitasi warga dengan badan Publik yang terkait dengan Program JKN.