Sengketa Pemilu Harus Ditangani Lembaga Tersendiri
Sengketa pemilu harus ditangani oleh lembaga tersendiri, dengan menerbitkan Perppu
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua DPD RI Laode Ida mendukung Mahkamah Konstitusi (MK) untuk tidak lagi menangani sengketa pemilu kepala daerah. Tertangkap tangannya Ketua MK Akil Mochtar justru mempertegas di dalam MK banyak mafia.
"Sengketa pemilu harus ditangani oleh lembaga tersendiri, dengan menerbitkan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang), oleh Presiden dengan melibatkan DPR RI, dan MK RI," kata Laode Ida dalam diskusi ‘MK masih dipercaya rakyat?’ bersama pakar tata negara Irman Putrasidin, dan Ketua Mediasi Hukum Nasional Jonathan Palinggi di Gedung DPD RI Jakarta, Jumat (4/10/2013).
Menurut Laode Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus mengambil langkah-langkah negarawan untuk mengatasi MK ini. Dengan tertangkap tangannya Ketua MK Akil Mochtar mempertegas bahwa dalam MK banyak mafia hukum, bahkan untuk kepentingan politik tertentu.
"Moral hakim MK sudah rusak, dan ke bawahnya juga demikian. Karena itu, kita ragukan putusan-putusan yang ditangani Akil Mochtar,” katanya.
Sementara itu pakar hukum tata negara Irman Putrasidin mengusulkan dengan jatuhnya kepercayaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) akibat tertangkap tangannya Ketua MK Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (2/10/2013) lalu, sebaiknya sengketa pemilu ditangani oleh Bawaslu dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara pemilu). Langkah ini cukup dengan kesepakatan atau MoU antara MK, DKPP dan Bawaslu.
“Kalau memindahkan penanganan sengketa pemilu ke lembaga lain itu sangat tidak mungkin, karena undang-undang memang mengharuskan oleh MK. Tapi, kalau mau mengurangi kewenangan MK bisa dilakukan dengan membuat kesepakatan atau MoU antara MK, DKPP dan Bawaslu. tak ada jalan lain,” kata Irman Putrasidin.
Dengan demikian, lanjut Irman, maka MK dan PT TUN (Tata usaha negara) juga ikut menyepakti MoU tersebut, sehingga tidak usah lagi melibatkan kedua lembaga hukum tersebut. Hal itu karena tingkat kepercayaan pada MK sudah ambruk sebagai supremasi konstitusi.
“Kalau diteruskan oleh MK, khawatir meruntuhkan penegakan hukum pemilu itu sendiri. Jangan sampai rakyat tak percaya lagi pada MK,” ujarnya.
JS