MSF Minta Pemerintah Tidak Melakukan Pertukaran Politis di KTT APEC
Pada saat para pemimpin Asia Pasifik bertemu di Bali dalam pertemuan APEC, di mana pakta perdagangan Trans-Pasifik
Editor: Widiyabuana Slay
TRIBUNNEWS.COM - Pada saat para pemimpin Asia Pasifik bertemu di Bali dalam pertemuan APEC, di mana pakta perdagangan Trans-Pasifik yang terdiri dari 12 negara menempati agenda penting, organisasi kemanusiaan medis internasional Médecins Sans Frontières/Doctors Without Borders/Dokter Lintas Batas (MSF) mengimbau pemerintah untuk tidak melakukan pertukaran politis yang dapat membahayakan akses terhadap obat-obatan terjangkau pada saat negosiasi perdagangan.
“Berjuta-juta nyawa telah diselamatkan karena tersedianya obat generik yang terjangkau, namun kita dapat melihat perkembangan penting ini hancur apabila para pemimpin mengorbankan kesehatan dalam negosiasi Kemitraan Trans-Pasifik (TPP), kata Dr. Manica Balasegaram, Direktur Eksekutif Kampanye Akses MSF," seperti tertulis dalam rilis yang diterima redaksi Tribunnews.com, pekan ini.
“Kita tidak bisa membiarkan nyawa jutaan orang terjerat dalam tawar-menawar politis yang sulit saat pemerintah AS mendorong agar negosiasi perdagangan ini segera diselesaikan.”
Proposal Amerika Serikat di dalam negosiasi TPP melibatkan klausul kekayaan intelektual yang paling buruk yang pernah diajukan dalam sebuah perjanjian perdagangan antara negara maju dan berkembang. Klausul tersebut mencakup beberapa cara bagi perusahaan farmasi multinasional untuk memperpanjang monopoli mereka dengan memperluas paten obat-obatan melalui sebuah praktik umum dalam industri farmasi yang disebut ‘evergreening’ atau ‘peremajaan’. Hal ini mengakibatkan harga obat-obatan tetap tinggi untuk waktu yang lebih lama dengan cara menghambat kompetisi generik.
Negosiasi telah memasuki tahap yang kritis di mana pemerintah diminta untuk merampungkan perjanjian sebelum akhir tahun. Setelah beberapa bulan menghadapi oposisi terhadap proposal awal mereka, pemerintah AS kini mungkin akan mengajukan perlakuan khusus pada bab kekayaan intelektual, di mana beberapa negara paling miskin dalam negosiasi diberikan pengecualian sementara dan terbatas dari beberapa klausul. Namun, hal ini akan tetap menempatkan negara-negara ini dengan klausul kekayaan intelektual yang jauh melebihi apa yang diperlukan di bawah peraturan perdagangan internasional, yang selama ini telah menghambat persediaan obat-obatan terjangkau di negara-negara berkembang. Selanjutnya, jutaan orang miskin di negara TPP lainnya akan dihadapkan pada tidak terjangkaunya harga obat-obatan yang mereka perlukan.
“Jangan sampai ada yang tertipu proposal terbaru AS ini, yang mengatakan akan mengurangi dampak negatif perjanjian perdagangan ini terhadap akses obat-obatan di negara termiskin dalam negosiasi,” kata Judit Rius, manajer Kampanye Akses MSF di AS. “Ini tetap merupakan perjanjian yang buruk yang akan terus menunda masuknya obat-obatan terjangkau yang diandalkan MSF dan jutaan orang lainnya.”
Di samping itu, perusahaan farmasi tengah melobi pemerintah AS untuk meminta apa yang disebut sebagai ‘eksklusivitas data’ selama dua belas tahun untuk obat-obatan biologis dalam negosiasi TPP, yang akan terus menunda masuknya lebih banyak versi obat-obatan yang lebih terjangkau.
“Jika AS serius dalam melindungi inovasi dan akses terhadap obat-obatan dalam perjanjian ini, mereka tidak akan mengajukan tingkat perlindungan kekayaan intelektual yang lebih ketat,” kata Rius. “Peraturan kekayaan intelektual yang lebih ketat membatasi inovasi dengan cara menciptakan monopoli yang membatasi perusahaan dan peneliti yang inovatif untuk mengembangkan perangkat medis baru atau yang telah diadaptasi. Peraturan tersebut justru mendorong beberapa perusahaan farmasi untuk memfokuskan bisnis mereka untuk memperluas monopoli obat-obatan yang sudah ada, bukannya mengembangkan obat-obatan baru yang benar-benar dapat merespons kebutuhan kesehatan orang banyak.”