Suara DPR Pecah Sikapi Perppu MK
Suara di DPR terpecah sikapi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang MK
Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Gusti Sawabi
Tribunnews.com, JAKARTA - Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, atau yang sering kali disebut Perpu Penyelamatan Mahkamah Konstitusi (MK) membuat suara Fraksi di DPR pecah.
Ada Fraksi (perpanjangan tangan partai politik di DPR) yang setuju dengan Perppu itu dan ada yang menolaknya.
Fraksi Demokrat tentu saja di garda terdepan menerima Perppu ini untuk disahkan oleh DPR.
Ketua Fraksi Demokrat DPR RI Nurhayati Assegaf mengatakan Perppu ini layak diterima semua pihak dan disikapi dengan bijaksana. "Kita apresiasi Pak SBY keluarkan Perppu ini dan layak dapat penghargaan," kata Nurhayati.
Ketua Fraksi Hanura DPR RI Syarifuddin Sudding menegaskan pihaknya menolak Perppu MK ini. "Setelah kami kaji Perppu Nomor 1 Tahun 2013 yang dikeluarkan Presiden memang mengandung materi di pertimbangan dan substansi di pasal-pasal ada beberapa poin yang bertentangan dengan UUD 1945. Sehingga menurut saya keberadaan Perppu ini inkonstitusional," kata Sudding dalam keterangan pers di gedung DPR RI Jakarta, Jumat (18/10/2013).
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra Martin Hutabarat memuji isi Perppu MK. "Perppu ini saya nilai isinya adalah langkah maju," kata Martin dalam keterangannya, Sabtu (19/10/2013). Menurut Anggota Dewan Pembina Gerindra ini, Perppu MK membuat Presiden, DPR dan Mahkamah Agung tidak bisa semaunya mengusulkan seseorang untuk ditetapkan menjadi Hakim Konstitusi.
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Trimedya Panjaitan, meminta pemerintah menarik saja Perppu MK itu sebelum dikirim ke DPR karena ada beberapa kesalahan fatal sangat mendasar dan menjadi alasan kuat bagi DPR nanti untuk menolak Perppu ini.
Dia mencontohkan pertimbangan yang dicantumkan dalam konsideran Perppu MK pada poin b sudah salah kaprah seolah menganggap seluruh hakim MK salah tercela padahal hanya Ketua MK Akil Mochtar yang ditangkap KPK diduga terkait suap.
Sebelum Perppu MK dikeluarkan Presiden SBY, Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Arwani Thomafi mengusulkan revisi UU MK lebih baik dilakukan ketimbang membuat Perppu MK. Namun Fraksi PPP tidak tegas menolak atau menerima Perppu MK yang telah dikeluarkan oleh Presiden.
Bambang Soesatyo, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Golkar, menegaskan Partai Golkar sendiri sampai saat ini belum memutuskan untuk menerima atau menolak Perppu MK tersebut.
Namun dia pribadi menilai Perppu tersebu hanya akal-akalan dan kemungkinan besar merupakan bagian dari skenario penyelamatan rezim ini dari kasus hukum.
Meskipun mengundang pro dan kontra namun Presiden SBY, Kamis (17/10/2013), malam, mengeluarkan Perppu soal Mahkamah Konstitusi (MK). Perpu ini menyangkut 3 hal utama yaitu persyaratan majelis hakim MK, proses seleksi hakim dan sistem pengawasan hakim MK. (aco)