Simon Tanjaya Siap Hadapi Dakwaan Jaksa Tipikor
Kami telah menyiapkan argumen-argumen hukum untuk menangkis dakwaan JPU.
Penulis: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guna mematahkan segala dakwaan jaksa di pengadilan Tipikor Kamis besok, tim kuasa hukum Simon Gunawan Tanjaya, Komisaris Kernel Oil, telah menyiapkan argumen-argumen hukum.
“Kami telah menyiapkan argumen-argumen hukum untuk menangkis dakwaan JPU. Sejak awal sampai saat ini, kami meyakini Pak Simon tidak terlibat dalam perkara dugaan gratifikasi kepada Pak Rudi Rubiandini,” kata Sugeng Teguh Santosa, pengacara Simon Tanjaya, Rabu (5/11/2013).
Sugeng mengatakan, dakwaan yang dikenakan kepada Simon Tanjaya sebagai pemberi suap kepada Rudi Rubiandini, melalui Deviardi, adalah tak berdasar sama sekali. Dana yang diberikan Simon sebenarnya uang titipan Deviardi.
Disebutan, sekitar Juli 2013, Deviardi bertemu dengan Febri (orang kepercayaan bos perusahaan tambang terkemuka Indonesia) di Hotel Fullerton, Singapura. Febri memberikan uang dalam jumlah besar, 700.000 USD. Deviardi tidak dapat membawa uang dalam bentuk cash yang nilainya besar tersebut ke Indonesia, maka Deviardi meminta bantuan Widodo Ratanachaitong, Direktur Kernel Oil, untuk membantunya mengatasi masalah tersebut.
Widodo kemudian menghubungi Simon Tanjaya untuk menyiapkan uang tersebut dari rekening Kernel Oil. Namun, karena rekening Kernel Oil tidak memiliki saldo sejumlah tersebut, maka uang akan dikirim dari Singapura ke rekening Kernel Oil di Jakarta. Dana sebesar 700.000 USD, dibantu ditarik dari rekening Kernel Oil dua kali: yang pertama 300 .000 USD (uang yg tersedia di rekening Kernel Oil), dan yang kedua 400.000 USD, ditarik Simon setelah mendapat kiriman/transfer.
“Jadi, Simon Gunawan Tanjaya tidak mengetahui sama sekali, apalagi mengatur proses tender crude oil di SKK Migas, sebagaimana dakwaan JPU. Dengan begitu, Dakwaan JPU terhadap Simon Gunawan Tanjaya tersebut error in persona,” kata Sugeng.
Sementara itu, kuasa hukum Simon Tanjaya lainnya, Yanuar P. Wasesa menyesalkan dakwaan JPU menyebut nama Widodo secara bersama-sama Simon melakukan tindak pidana sebagaimana diatur oleh Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) KUH. Pidana atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
“Widodo Ratanachaitong tidak pernah diberi kesempatan untuk membela diri dengan menjelaskan duduk perkara yang sebenarnya, malah KPK mendakwa dirinya bersama-sama dengan Simon Tanjaya,” kata Yanuar.
Menurut Yanuar, dakwaan JPU diatas telah melanggar hak-hak dasar Widodo Ratanachaitong karena telah menabrak prinsip due process of law. Lagipula status Widodo Ratanachaitong sebagai warga negara asing (yaitu warga negara Singapura), diperlakukan menurut prinsip nasionalitas hukum pidana.
“KPK dengan sewenang-wenang menyeret nama Widodo Ratanachaitong, yang warga negara asing,” kata Yanuar.
Dalam perkara ini, KPK dinilai telah melakukan kriminalisasi terhadap bisnis legal Widodo Ratanachaitong, sebagai WNA yang akan berbisnis di Indonesia. Padahal, seluruh proses tender yang diikuti oleh perusahaan Widodo Ratanachaitong tersebut telah sesuai dengan prosedur yang berlaku, sehingga tidak ada pelanggaran yang dilakukan dalam memenangkan tender lelang tersebut di SKK Migas.