Indonesia Disadap, Persahabatan AS dan Australia Dinilai Palsu
Kabar penyadapan Amerika Serikat dan Australia terhadap Pemerintah Indonesia membuat polemik di masyarakat.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Gusti Sawabi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabar penyadapan Amerika Serikat dan Australia terhadap Pemerintah Indonesia membuat polemik di masyarakat. Apalagi, Australia dan AS tidak membantah penyadapan tersebut.
"Ini berarti indikasi benar ada penyadapan. Saya kecewa dan protes keras kepada pemerintah AS dan Australia," kata Wakil Ketua Komisi I DPR Ramadhan Pohan dalam keterangannya, Jumat (8/11/2013).
Pohan mengatakan AS dan Australia sudah menjalin bilateral tertinggi dengan Indonesia. Dengan penyadapan, menurut Pohan, AS dan Australia tidak konsisten bersahabat Indonesia.
"Persahabatan dan kemitraan yang selama ini ada ternyata palsu, sandiwara, basa-basi. AS dan Australia mengabaikan peran sentral Indonesia dan Asean di Asia Pasifik. Mustahil kawasan ini dibangun dengan mistrust dan suspicion," tutur Wasekjen Demokrat itu.
Pohan mengingatkan Konvensi Vienna menentukan code of conduct yang menjadi hukum internasional bahwa fungsi Kedutaan mendorong kerjasama atau memajukan kepentingan nasional.
"sedangkan penyadapan itu hina. Kedutaan AS dan Australia tidak boleh jadi pusat dan sarana penyadapan terhadap Indonesia, seperti dokumen Snowden," ungkapnua.
Ia pun mengecam keras penyadapan itu. Pohan mengatakan hal itu harus disikapi pemerintah bahwa sejatinya tidak butuh kedua negara itu . "Kita memerlukan mitra, bukan pendusta apalagi penista," tegasnya.
Di era reformasi dan IT, ujarnya, RI telah menjadi sangat terbuka, mencari informasi sangat mudah karena semua jelas. Info apapun dapat diperoleh dari sumber terbuka,atau setengah terbuka."Penyadapan itu short cut dalam mencari info dan hina nista dalam diplomasi. Penyadapan itu simbol keterbatasan atau low quality SDM. Memalukan jika AS dan Australia mau melakukannya,". Jelasnya.
Pohan meminta DPR RI mendesak Pemerintah RI meninjau ulang hubungan dan kerjasamanya dengan kedua negara itu, termasuk kerjasama dalam kemitraan strategisnya.
"Masih banyak negara lain, seperti China, Rusia, Jerman dan lain lain bisa menggantikan posisi AS-Australia," katanya.