Psikolog: Rusuh di MK karena Orang Frustasi, Bukan Soal Akil Mochtar
pada dasarnya pihak pelapor yang datang ke pengadilan sudah memiliki perasaan frustrasi
Penulis: Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai peristiwa kerusuhan yang mengobrak-abrik ruang sidang pleno Mahkamah Konstitusi (MK) tidak murni karena kasus dugaan suap yang menyeret bekas ketuanya, Akil Mochtar.
Reza mengatakan pada dasarnya pihak pelapor yang datang ke pengadilan sudah memiliki perasaan frustrasi sehingga cenderung menyalurkan kekalahannya dengan cara agresif.
"Itu artinya pada dasarnya orang yang datang sudah mempunyai benih eksplosif. Toh seperti teori klasik bahwa orang frustrasi bisa menyalurkannya lewat perilaku agresif. Frustrasi itu bisa kian berlipat ganda manakala putusan hakim mengalahkan pihak tersebut kembali," kata Reza saat dihubungi di Jakarta, Jumat (15/11/2013).
Bahkan rasa cemas dan frustasi sebenarnya tidak hanya disebabkan oleh putusan pengadilan. Namun segala tindak tanduk hakim bisa memperkuat frustasi pemohon.
"Jangankan putusan, suasana persidangan termasuk tindak-tanduk hakim bisa memperkuat rasa frustrasi tersebut. Dari perspektif hakim, ada riset yang menemukan bahwa hakim pun sesungguhnya merasa cemas akan keselamatan mereka. Salah satu penyebab kecemasan itu adalah terkait konsekuensi negatif putusan mereka sendiri," ujar Reza.
Sekedar informasi, tindakan anarkisme dipertontonkan sekitar 25 orang pendukung pasangan Herman Adrian Koedoeboen - Daud Sangadji karena tuntutan mereka untuk pemungutan suara ulang yang kedua tidak digubris MK. Massa kemudian mengamuk dan membanting properti MK seperti kursi, tiga unit LCD, papan pengumuman, mikropon dan sebagainya. Massa juga merangsek ke ruang sidang dan melemparkan mikropon ke arah majelis hakim.
Beruntung, saat itu Hamdan Zoelva menghentikan sidang dan para hakim telah meninggalkan ruang sidang sehingga tidak menyebabkan luka atau cedera yang diderita hakim. Aparat kepolisian sendiri telah menangkap Daud Sangadji di sebuah gerai kopi dan dibawa ke Polres Jakara Pusat sebagai saksi, kemarin petang. Total, polisi telah menangkap 15 orang atas aksi anarkis yang mencoreng dunia peradilan Indonesia itu.