Mendikbud Berharap 19 Ribu Mahasiswa RI di Australia Tak Kena Dampak
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, M Nuh berharap persoalan politik akibat penyadapan Australia tidak
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, M Nuh berharap persoalan politik akibat penyadapan Australia tidak berdampak terhadap 19 ribu mahasiswa Indonesia yang menuntut ilmu di Negeri Kanguru.
Menurut Nuh, seharusnya urusan pendidikan tidak boleh terganggu karena dinamika politik.
"Karena pendidikan itu lintas negara, lintas politik, lintas ideologi, lintas macam-macam. Sehingga tidak boleh pendidikan itu terganggu karena ada hubungan yang tidak baik, karena ada urusan politik pemerintah," tegas Nuh di kompleks Istana Negara, Jakarta, Selasa (19/11/2013).
Begitu juga sebaliknya dengan pemerintah, urusan pendidikan baik itu pelayanan terhadap para mahasiswa tidak boleh terganggu.
"Itu harus kita jaga. Adik-adik kita harus tetap diberikan layanan kalau membutuhkan perpanjangan visa atau apa harus dilayani," tuturnya.
"Karena ideologi pendidikan itu lintas politik tidak terkena urusan politik dia punya ideologi tersendiri," tandasnya.
Karenanya, sekali lagi Mendikbud berharap tidak ada imbas akibat dinamika politik yang tengah terjadi akibat aksi penyadapan Australia.
Sebagaimana diketahui, Badan Intelijen Australia menyadap percakapan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta istrinya, Ani Yudhoyono, dan sejumlah menteri di kabinet.
Dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai CIA dan kini menjadi buron Amerika Serikat, Edward Snowden, menunjukkan bahwa Presiden SBY dan sembilan orang lingkaran dalamnya telah menjadi target penyadapan Australia.
Dokumen yang diperoleh stasiun televisi Australian Broadcasting Corporation (ABC) dan surat kabar The Guardian, memperlihatkan bahwa Badan Intelijen Australia melacak aktivitas telepon SBY selama 15 hari pada Agustus 2009 saat Kevin Rudd masih menjabat sebagai Perdana Menteri Australia.
Dokumen yang dikategorikan "Top Secret" ini dibuat oleh badan intelijen elektronik Australia, the Defence Signals Directorate (DSD), atau yang sekarang dinamai Australian Signals Directorate.
Informasi rahasia terbaru ini menunjukkan untuk pertama kalinya sejauh mana penyadapan Australia dilakukan terhadap pemerintah Indonesia.
Motto DSD, yang tertulis "Bongkar rahasia mereka - lindungi milik kita", menunjukkan bagaimana intelijen Australia secara aktif mencari cara sebagai strategi jangka panjang mereka untuk terus bisa memonitor aktivitas percakapan telepon SBY.
Telepon yang disadap termasuk milik Ibu Negara Ani Yudhoyono, Wakil Presiden Boediono yang berada di Australia minggu lalu, mantan wakil Jusuf Kalla, Juru bicara Kepresidenan Dinno Patti Djalal, Andi Mallarangeng, Hatta Rajasa, Sri Mulyani Indrawati, Widodo Adi Sucipto dan Sofyan Djalil.
Nama mereka tertulis beserta merk dan tipe ponsel masing-masing.
Salah satu dokumen berjudul "3G Impact and update" menunjukkan sejumlah bagan yang berusaha dipetakan Australia mengenai peluncuran teknologi 3G di Indonesia dan seluruh Asia Tenggara.
Dokumen itu juga mencatat bagaimana DSD memonitor aktivitas percakapan SBY melalui ponsel Nokia. Salah satu halaman berjudul "Indonesian President voice events" menjelaskan apa itu CDR. CDR adalah semua rekaman data yang bisa memonitor siapa yang ditelepon dan menelepon.
Setidaknya ada satu kejadian di mana intelijen Australia berusaha menyadap percakapan telepon SBY. Namun, menurut catatan di bagian bawah halaman itu, percakapan berlangsung kurang dari satu menit sehingga tidak cukup untuk
mendengar secara utuh.
Bocoran terbaru informasi spesifik dan target penyadapan telepon orang nomor satu di Indonesia diprediksikan akan meningkatkan ketegangan antara Indonesia dan Australia. (andri malau)