MK Tolak 2 Gugatan Pilkada Cirebon
Mahkamah Konstitusi (MK) menolak dua permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala Daerah
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNES.COM, JAKARTA- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak dua permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala Daerah Cirebon. Dua pemohon tersebut adalah pasangan nomor urut dua Sunjaya Purwadi - Tasiya Soemadi dan pasangan nomor urut tiga Mohamad Lutfhi - Ratu Raja Arimbi Nurtina.
"Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhny," ujar Ketua Majelis, Hamdan Zoelva, saat membacakan putusan di ruang sidang pleno MK, Jakarta, Rabu (20/11/2013).
Dalam pertimbangannya, Mahkamah berpendapat tidak satu pun dalil pemohon yang terbukti dengan meyakinkan telah terjadi pelanggaran pemilukada secara sistematis, terstruktur dan sistematis yang mempengaruhi hasil Pemilukada.
Dalil pemohon seperti partisipasi pemilih yang sangat rendah karena kurangnya sosialisasi tidak terbukti menurut hukum. Pemohon mendalilkan KPU Cirebon atau pihak termohon beserta jajarannya dengan sengaja tidak membagikan surat undangan (C-6) dan tidak mensosialisasikan kepada pemilih bahwa pemilih dapat memilih dengan menggunakan KK dan KTP di sembilan kecamatna. Yakni Kecamatan Pabedilan, Mundu, Plumbon, Kapetakan, Panguragan, Ciwaringin, Gebang, Pasaleman, dan Jamblang.
Setelah Mahkamah memeriksa dengan saksama bukti Pemohon dan Termohon serta fakta yang terungkap di persidangan, menurut Mahkamah Termohon sudah membagikan surat undangan memilih (Model C6-KWK.KPU) melalui Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) termasuk di sembilan kecamatan tersebut.
Selain itu, berdasarkan fakta persidangan, menurut Mahkamah, tidak terdapat rangkaian bukti bahwa tidak diberikannya surat undangan memilih (Model C6-KWK.KPU) dan tidak dilakukannya sosialisasi mengenai pemilih dapat menggunakan KTP/KK dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif untuk menguntungkan salah satu pasangan calon sehingga secara signifikan mempengaruhi perolehan suara masing-masing pasangan calon.
"Oleh karena itu menurut Mahkamah, dalil Pemohon a quo tidak terbukti menurut hukum," ujar hakim anggota Arief Hidayat.
Mahkamah juga menolak dalil pemohon bahwa pada hari pelaksanaan pemungutan suara Pihak Terkait mengerahkan para santri dari Pondok Pesantren Kempek yang bukan merupakan warga Cirebon untuk memilih Pasangan Calon Nomor Urut enam di TPS terdekat dengan menggunakan Surat Panggilan warga sekitar.
Menurut Mahkamah, dalil Pemohon tersebut tidak dibuktikan dengan bukti 69 yang cukup meyakinkan Mahkamah bahwa hal itu dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif karena berdasarkan keterangan saksi Pemohon Heru Budiyatna dari kurang lebih 20 orang santri hanya dua orang yang menggunakan hak pilihnya.
"Sehingga hal itu tidak signifikan mempengaruhi perolehan suara masing-masing pasangan calon terutama antara Pemohon dan Pihak Terkait. Oleh karena itu, menurut Mahkamah dalil Pemohon a quo tidak beralasan menurut hukum," kata dia.