Ibas: Siapa Saja Bisa Sebut Nama Saya
Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono alis Ibas dikaitkan dengan kasus suap SKK Migas
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) angkat suara saat namanya disebut dalam berkas perkara dugaan suap Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Rudi Rubiandini.
Edhie Baskoro yang dikenal dengan sebutan Ibas ini mengatakan, tidak mengenal orang-orang yang mengaku dekat dengan dirinya. Ia juga tidak mengetahui informasi perkembangan kasus yang diduga melibatkan Kernel Oil.
"Saya tidak kenal orang-orang yang mengaku dekat dengan saya dalam penyelidikan kasus tersebut," kata Ibas di Jakarta, Jum'at (22/11).
Dalam dokumen pemeriksaan tersangka Deviardi yang diperoleh wartawan, Rabu (20/11) lalu, terkuak kedekatan Petinggi Kernel Oil Singapura Widodo Ratanachaitong dengan putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.
Selain Ibas, Sekretaris Kabinet Dipo Alam juga ikut tertera dalam dokumen pemeriksaan tersangka Deviardi.
Ibas berharap, masyarakat bisa membedakan informasi yang berkembang beberapa bulan terakhir. Baginya, nama Ibas bisa saja disebut siapa pun.
"Siapa saja bisa menyebut nama saya, namun dalam konteks hukum, seyogyanya dapat dipilah-pilah informasi mana yang mengandung fakta hukum, penggiringan opini, rumor politik atau yang mengarah ke fitnah," urainya.
Informasi keterlibatan Ibas terungkap dalam sadapan perbincangan antara Widodo dan Deviardi. Hasil sadapan percakapan itu berdurasi sekitar 15 menit dan dilakukan sekitar pukul 21.03 WIB pada 24 Juni 2013.
"Bahwa benar berhubungan dengan Widodo, Cumlaude di Australia dan punya tujuh perusahaan minyak di luar negeri semuanya CNC, bahwa Widodo mempunyai jaringan ke Istana, Ibas, DPR, dan sampai kepada Dipo Alam," begitu bunyi salah petikan rekaman pembicaraan Widodo dengan Ardi seperti tertulis dalam dokumen.
Masih dalam dokumen, Ardi membenarkan hal tersebut merupakan perbincangannya dengan Widodo. Dia akui itu saat diperiksa sebagai saksi pada akhir September 2013 lalu. Dalam dokumen juga tertulis bahwa penyidik yang memeriksa Ardi bernama Jimmy Christian Samma.
"Keterangan itu berasal dari Widodo Ratanachaitong sendiri. Informasi tersebut (ingin) saya sampaikan kepada Rudi Rubiandini," jawab Ardi dalam dokumen yang beredar tersebut.
Meski begitu, Ardi mengaku tidak mengetahui tujuh perusahaan yang disampaikan Widodo. Dalam sadapan perbincangan itu, masih kata Ardi, Widodo bahkan menyampaikan sudah bermain sejak sebelum SKK Migas terbentuk, atau tapi ketika BP Migas (sebelum dibubarkan MK), dipimpin Kardaya Warnika dan Raden Priyono.
"Maksud saya melaporkan kepada Rudi Rubiandini, apabila berhubungan dengan Widodo Ratanachaitong akan membuat Ibas dan Istana tenang. Saya hanya melaporkan informasi yang diberikan Widodo Ratanachaitong bahwa yang bersangkutan dekat dengan istana," kata Ardi.
Dugaan keterlibatan Widodo dalam suap SKK Migas disebutkan dalam dakwaan yang disusun Jaksa KPK untuk anak buahnya, Simon Gunawan Tanjaya. Dalam dakwaan itu disebutkan Simon bersama-sama Widodo menyuap 900.000 dolar AS dan 200.000 dolar Singapura kepada Rudi Rubiandini.