Ombudsman: Dokter Mogok Kerja Ganggu Hak Publik
Para pasien di sejumlah tempat yang seharusnya mendapat pelayanan harus gigit jari
Penulis: Y Gustaman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Aksi mogok para dokter kemarin menolak kriminalisasi terhadap sesama sejawatnya yang tersandung kasus hukum, membuat efek domino. Para pasien di sejumlah tempat yang seharusnya mendapat pelayanan harus gigit jari.
Ombudsman Republik Indonesia bereaksi atas aksi mogok kemarin. Lembaga pengawasan pelayanan publik ini mengimbau kepada asosiasi kedokteran untuk tidak lagi mengarahkan para dokter melakukan mogok bersama.
Pernyataan ini disampaikan berkaitan dengan aksi mogok sejumlah dokter se-Indonesia dalam menyikapi putusan Mahkamah Aagung (MA) atas kasus dr Dewa Ayu Sasiary Prawani di Manado kemarin, Rabu (27/11/2013).
"Aksi ini dapat mengganggu hak publik untuk mendapatkan layanan kesehatan," ujar Anggota Ombudsman Bidang Pencegahan, Hendra Nurtjahjo kepada wartawan di Jakarta, Kamis (28/11/2013).
Hendra menambahkan, asosiasi kedokteran dan pemerintah lebih baik segera mengevaluasi pembentukan standar pelayanan medis di tingkat lokal sebagai pedoman prosedural yang resmi. Standar ini dibuat untuk mengukur tindakan para dokter apakah melanggar etik yang berdampak hukum atau tidak.
Sebenarnya, sikap protes ini bisa dilakukan secara konstruktif tanpa harus merugikan hak publik. Misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menulis surat protes dengan argumentasi hukum dan medis yang mereka anggap benar.
Karenanya, apabila dicermati secara internal etika profesi medis, aksi mogok ini bertentangan dengan tanggung jawab dokter yang termuat dalam sumpah kedokteran. Pengabaian kewajiban ini bisa berakibat kematian atau penderitaan pasien yang semestinya ditangani oleh ratusan dokter yang tidak berada di tempat.
"Hal ini jelas merupakan maladministrasi pelayanan publik yang harus segera dipulihkan." ujarnya.