Jangan Samakan Standar RSCM dengan Rumah Sakit di Kendari
Dalam memberikan pelayanan medis, standardisasi tidak bisa ditetapkan secara nasional karena itu bergantung kepada tipe rumah sakit
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunnews, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dunia kedokteran tidak dikenal namanya dengan standardisasi pelayanan nasional atau biasa disebut dengan Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK).
Dalam memberikan pelayanan medis, standardisasi tidak bisa ditetapkan secara nasional karena itu bergantung kepada tipe rumah sakit dan wilayah rumah sakit tersebut.
Ketua Umum Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI), dr Nurdadi Saleh, mengatakan bahkan untuk negara semaju Singapura saja, dalam satu tahun hanya bisa menyusun dua PNPK.
"Saya kasih contoh negeri maju seperti Singapura satu tahun hanya bisa menyusun dua PNPK. Akan tetapi di setiap tempat pelayanan dari mulai puskesmas rumah sakit tipe B tipe C itu ada namanya standar pelayanan medik. Practical clinical guide line bahasa Indonesia-nya Panduan praktik klinik, itu setempat atau localised," Nurdadi di Warung Daun Cikini, Jakarta, Sabtu (30/11/2013).
Di Indonesia, lanjut Nurdadi, tidak mungkin menyamakan pelayanan antara Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta dengan rumah sakit di Kendari walau keduanya adalah rumah sakit negara.
"Sumber daya manusia berbeda. Equipment atau alat-alatnya berbeda. Sehingga tidak bisa kalau ada standar ini menurut PNPK pasien seperti ini harus dilakukan a b c d. Lihat dulu dia berada dimana. Kalau di sebuah rumah sakit terpencil tipe D yang bisa dilakukan cuma a b. Nggak ada orangnya, nggak ada alatnya," terang Nurdadi.
Terkait kasus dr Dewa Ayu dkk, Nurdadi mengatakan langkahnya sudah tepat walau ketiga dokter tersebut masih menempuh pendidikan doktes spesialis di Universitas Sam Ratulangi, Manado.
Menurutnya, dr Dewa Ayu Sasiary Prawani, dr Hendry Simanjuntak dan dr Hendy Siagian sudah memiliki kompetensi karena studinya sudah tahap akhir. Selain itu, Nurdadi, mengatakan tiga dokter yang divonis sepuluh bulan penjara tersebut sudah mendapat limpahan wewenang.
"Tata cara pendidikan kedokteran seperti itu. Saya dan teman-teman lain proses pendidikannya seperti itu dari datang kita masuk kita cuma ukurin tensi, nadi, periksa darah. Nanti bertambah hari kita belajar sama guru bagaimana menolong persalinan dan seterusnya. Pada tahap akhir itu semua kompetensi sudah dimiliki. Sehingga legalitas ujian nasional itu sudah ada pada dokter Ayu," kata Caleg DPRD DKI dari Partai Gerindra itu.