Mantan Anak Buah Hartati Murdaya Dituntut Empat Tahun Penjara
Mantan Direktur PT Hardaya Inti Plantation (HIP), Totok Lestiyo dituntut pidana empat tahun penjara
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwien Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur PT Hardaya Inti Plantation (HIP), Totok Lestiyo dituntut pidana empat tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, mantan anak buah Siti Hartati Murdaya itu juga dituntut pidana denda sebesar Rp 50 juta subsider tiga bulan kurungan penjara.
"Menuntut, supaya majelis hakim menjatuhkan putusan kepada terdakwa Totok Lestiyo berupa pidana penjara selama 4 tahun, dikurangkan dari masa tahanan seluruhnya," kata Jaksa Irene Putri saat membacakan tuntutan Totok di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (2/12/2013).
Jaksa menilai, Totok terbukti menyuap Bupati Buol, Amran Abdullah Batalipu, dalam pengurusan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah.
Totok dengan sengaja memberikan hadiah atau janji, yakni uang Rp 3 miliar, kepada Amran agar segera menerbitkan sertifikat Hak Guna Usaha dan Izin Usaha Perkebunan lahan kelapa sawit milik PT Cipta Cakra Murdaya di Kabupaten Buol, Sulawesi Tengah seluas 4500 hektar, serta sertifikat HGU dan IUP milik PT HIP seluas 22,780 hektar, serta IUP lahan perkebunan kelapa sawit di luar 4500 hektar dan 22,780 hektar diajukan oleh PT Sebuku Inti Plantation. PT Sebuku Inti Plantation merupakan anak perusahaan PT CCM dan PT HIP.
Padahal, dalam peraturan Menteri Kehutanan, sebuah perusahaan hanya boleh memiliki surat izin lokasi dan sertifikat Hak Guna Usaha dengan luas lahan perkebunan maksimal 20 ribu hektar.
Namun, Hartati memaksa supaya surat-surat itu segera diterbitkan, padahal luas lahan perkebunan kelapa sawit milik PT CCM dan PT HIP sudah melebihi ketentuan untuk diajukan dalam permohonan.
Oleh karena itu, Hartati memerintahkan Totok menghubungi Amran dan mendesaknya supaya mau menyanggupi permintaan itu.
"Bupati Buol Amran Abdullah Batalipu menyanggupi permintaan itu dengan imbalan sejumlah uang," kata Jaksa Irene.
Dikatakan Jaksa, uang suap untuk Amran diambil dari kas perusahaan PT HIP dan PT Cipta Cakra Murdaya, atas sepengetahuan Hartati Murdaya. Uang itu diserahkan bertahap sebanyak dua kali kepada Amran melalui Direktur Keuangan PT HIP, Arim, General Manajer Supporting PT HIP Yani Anshori, dan Direktur Operasional PT HIP, Gondo Sudjono Notohadi Susilo.
Dalam paparan Jaksa, Totok sempat memberikan bantuan survei politik kepada Amran yang saat itu akan maju kembali sebagai calon petahana di pemilihan umum kepala daerah Kabupaten Buol.
Totok, saat itu atas sepengetahuan Hartati menunjuk lembaga survei Saiful Muzani Research Consulting (SMRC) buat mengadakan survei politik untuk Amran, menjelang pemilukada Kabupaten Buol.
Namun, tingkat keterpilihan Amran, menurut Saiful, terpaut jauh ketimbang lawan politiknya. Kemudian, Amran yang mengetahui hal itu juga melobi Hartati Murdaya supaya mau menyumbang buat pemenangan Amran.
Hartati kemudian menyetujujuinya dan memerintahkan Totok mencairkan uang Rp 1 miliar untuk diberikan kepada Amran dengan alasan bantuan pembelian sembako dan kampanye. Uang tersebut diantarkan oleh Arim dan Yani ke rumah Amran pada tengah malam.
Sementara pengiriman uang kedua, yakni Rp 2 miliar, dilakukan oleh Yani dan Gondo. Uang tersebut diantar ke rumah peristirahatan Amran, di Villa Leok, Kabupaten Buol. Namun nahas, Yani dan Gondo ditangkap tim KPK setelah mengantar uang Rp 2 miliar itu.
Atasan perbuatan tersebut, Totok dianggap terbukti melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau seperti dakwaan kesatu Jaksa KPK.
Dalam menjatuhkan tuntutan, Jaksa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Untuk hal yang memberatkan, perbuatan Totok dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
"Terdakwa Totok belum pernah dihukum, terdakwa Totok menyesal dan mengakui terus terang perbuatannya, terdakwa Totok bersikap sopan selama masa persidangan," lanjut Jaksa menerangkan hal yang meringankan tuntutan Totok.