Selain Bendahara Golkar Nazaruddin Juga Sebut Chandra Hamzah
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat (PD) ini mengaku dalam keadaan terancam akan dibunuh
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - M Nazaruddin kembali membuat pengakuan mengejutkan. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat (PD) ini mengaku dalam keadaan terancam akan dibunuh. Pengancamnya adalah Setya Novanto, Bendahara Umum Golkar.
"Saya ini sekarang posisinya terancam," ujar Nazaruddin saat meninggalkan gedung KPK setelah diperiksa tiga hari, Jumat (6/12) malam. Nazar diperiksa dalam status tersangka kasus tindak pidana pencucian uang atas pembelian saham PT Garuda Indonesia Airlines. Jumat malam.
Tanpa ragu, Nazar menyebut nama Setya Novanto. "(Setya) Novanto itu ancam saudara saya, apa yang saya diperiksa dia tahu semua. Apa kelakuan saya di (LP) Sukamiskin dia tahu dan kalau saya buka lagi proyek e-KTP, saya mau dibunuh dia," kata Nazar.
Suami Neneng Sri Wahyuni itu juga menyebut Setya Novanto sebagai orang yang kebal hukum. "Saya bilang, anda (Setya) ini benar-benar luar biasa, kebal hukum," ujar Nazar.
Sebelumnya, Nazar menuding Setya Novanto menjadi pemain dalam banyak proyek di Kementerian. Salah satunya yakni proyek e-KTP yang merugikan keuangan negara Rp 2,5 triliun.
"Novanto ini bukan hanya (urus) e-KTP. Dia banyak mengurusi proyek tetapi namanya tidak ada (tidak disebut) dimana-mana. Namun soal bagi-bagi duit APBN, dia yang selalu mengatur dimana-mana," tegas Nazar beberapa waktu lalu.
Nazar juga menuding Setya Novanto dilindungi orang yang memiliki pengaruh kuat di negeri ini. "2000 persen orang ini (Setya Novanto) dilindungi orang yang sangat sangat kuat," kata Nazar.
Nazar tak hanya menuding Novanto. Mantan Wakil Ketua KPK Chandra Martha Hamzah juga disebutnya.
"Kalau Hambalang ada Ade Rahardja yang menghalangi, itu kenapa tersangkanya waktu itu lama. Kalau di e-KTP ini banyak yang lebih berkuasa dari Ade Rahardja karena Chandra Hamzah saja sudah pernah terima uang dari e-KTP. Makanya e-KTP ini luar biasa kekuasaan yang menahan. Padahal ini proyek mark-up uang negaranya Rp2,5 triliun," imbuh Nazar.
Hingga berita ini diturunkan, Tribun belum berhasil menghubungi Setya Novanto dan Chandra Hamzah. (tribunnews/win/coz)