Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Mundur dari Jabatan Tidak Harus Setelah Terdakwa

TAP MPR No VI Tahun 2001 tentang Etika ini meminta pejabat mengajukan sendiri pengunduran diri

Penulis: Johnson Simanjuntak
zoom-in Mundur dari Jabatan Tidak Harus Setelah Terdakwa
Ist
Irmadi Lubis 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua kelompok fraksi (poksi), Badan Legislasi ( Baleg) F-PDI Perjuangan H. Irmadi Lubis berpendapat seseorang mengundurkan diri dari jabatannya tidak harus menunggu setelah terdakwa, saat jadi tersangka saja sudah harus mundur.

"Kita tetap hormati azas praduga tak bersalah, tapi TAP MPR No VI Tahun 2001 tentang Etika ini meminta pejabat mengajukan sendiri pengunduran diri karena dia dipilih melalui proses politik," ujar Irmadi Lubis, Minggu (22/12/2013).

TAP No VI MPR Tahun 2001 tentang Etika Berbangsa dan Bernegara secara tegas menuntut elite politik, atau orang-orang yang menjabat karena proses politik seperti anggota DPR, DPD, DPRD, Bupati/Walikota, Gubernur dan Presiden, ketika sudah menjadi tersangka, apalagi tersangka dalam kasus tindak pidana korupsi, harus sudah mengundurkan diri.

Irmadi mengatakan, penerapan TAP MPR ini wajar, pasalnya bila seorang kepala daerah yang sudah tersangka dan berada di penjara tetapi tetap masih menjabat, maka semua kepada dinas akan masuk penjara sebab kepala daerah masih menandatangani semua berkas administrasi.

Untuk memperkuat TAP MPR itu, Irmadi menyarankan segeralah Pemerintah dan DPR membahasnya dan menjadikannya UU. Irmadi menegaskan, di politik itu yang bicara persepsi bukan hukum.

"Bukan persoalan benar atau tidak, kalau soal benar atau tidak, itu untuk umum. Untuk elite politik jelas dibuat kalau sudah tersangka harus mengundurkan diri. Kalau menunggu harus berkekuatan hukum terlebih dahulu, beberapa lama itu terbengkalai pekerjaan," katanya.

Pada sisi lain, Irmadi mengapresiasi pengadilan tinggi yang menjatuhkan vonis berat bagi pelaku koruptor.

BERITA REKOMENDASI

Tiga kasus terakhir yang mendapat hukuman berat yakni Angelina Sondakh, mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Luthfi Hasan Ishaaq, terakhir Irjen Pol Djoko Susilo.

"Beratnya hukuman yang diputuskan terhadap pelaku tindak pidana korupsi, memberikan efek jera dan secerca harapan, dan harapan itu bukan harapan kosong," ujarnya.

Irmadi mengakui efektifnya pemberantasan korupsi harus ada dukungan pihak Kejaksaan dan Kepolisian. Menjadi pertanyaan bagaimana pihak Kepolisian dan Kejaksaan menanggapi masalah ini dan kita tidak bisa berharap terlalu banyak kepada KPK.

"KPK saat ini hanya berhasil menimbulkan rasa ketakutan. Rasa ketakutan itu kan bisa menjadi orang lebih berhati-hati," ujarnya.

Menurutnya, perlu dukungan Kejaksaan dan Kepolisian, bekerja dan menunjukkan kasus kasus spektakuler.

"Biarlah nanti KPK kembali menjadi fungsi yang diharapkan sesuai UU KPK sebagai pendorong (supervisor)," ujarnya.

Irmadi menilai sekarang kita lihat pengadilan mulai bangkit, jadi Polisi dan Jaksa bangkitlah dan jangan hanya jadi penonton dalam pemberantasan korupsi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas