Ida Yakin Menang Melawan PT Pakuan Sawangan Golf
Saya akan tetap mengajukan PK ke MA, meski PTTUN Bandung membatalkan sepihak tanpa alasan
Penulis: Danang Setiaji Prabowo
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Meski pengambilan sumpah dibatalkan sepihak oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Bandung Jawa Barat, Ida Farida yang mengaku sebagai pemilik tanah di Sawangan Depok yang saat ini tengah bersengketa dengan PT Pakuan Sawangan Golf, tetap akan mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA).
"Saya akan tetap mengajukan PK ke MA, meski PTTUN Bandung membatalkan sepihak tanpa alasan yang jelas pengambilan sumpah yang harusnya dilakukan tanggal 18 Desember 2013 lalu," kata Ida Farida kepada wartawan, Sabtu (4/1/2014).
Ida mengaku optimis akan menang melawan PT Pakuan Sawangan Golf. Karena menurutnya apa yang dia perjuangkan adalah mengambil haknya yang diambil paksa oleh perusahaan yang pemiliknya disebut-sebut terlibat dalam kasus proyek e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. "Saya yakin menang, karena itu tanah saya," tegasnya.
Ida pun berharap hakim MA nantinya yang akan memutus PK bisa menunjukan rasa kemanusiannya sehingga keputusannya bisa bersifat adil, tanpa ada intervensi dari pihak manapun.
"Semoga hakim nanti bisa memutusakan PK saya seadil-adilnya, agar ini menunjukan bahwa keadilan masih berlaku dan ada di negara Indonesia," harapnya.
Sebelumnya Ida juga telah melaporkan Ketua PTTUN Bandung, Lulik Tri Cahyaningrum ke Badan Pengawas Mahkamah Agung (BPMA) dan Komisi Yudisial (KY) pada tanggal 24 Desember 2013 lalu.
Ida melaporkan Lulik karena Ketua PTTUN Bandung tersebut telah dianggapnya secara sepihak membatalkan pengambilan sumpah terkait dengan PK perkara kasasi 480/K/TUN/2012 di PTUN Bandung.
"Saya mendapat undangan dari PTUN Bandung, terkait dengan permohonan pengambilan sumpah atas bukti baru novum dalam perkara 61/G/2011/PTUN-BDG. Disebutkan dalam undangan itu saya disuruh datang dengan membawa alat bukti asli atas bukti/novum," ujarnya.
Namun sesampainya disana, Ida mengaku malah diomeli dengan alasan surat tersebut sudah kadaluarsa.
"Padahal yang saya tahu, PTUN tidak bisa mengatakan hal itu. Karena yang berwenang itu adalah MA. Saya merasa PTUN Bandung sudah 'masuk angin'," katanya.