Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kubu Anas Heran Mengapa KPK Panggil Suaidi Bukan Ibas

Ma'mun Murod Al Barbasy mengaku heran mengapa KPK memanggil orang-orang yang salah menjadi saksi untuk tersangka Anas Urbaningrum.

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Kubu Anas Heran Mengapa KPK Panggil Suaidi Bukan Ibas
Warta Kota/Henry Lopulalan/Warta Kota/Henry Lopulalan
SAKSI ANAS UNTUK HAMBALANG- Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Suaidi Marasabessy selesai dipriksa di gedung KPK Jakarta, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Senin (6/1/2014). Suaidi Marasabessy diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Anas Urbaningrum terkait dugaan korupsi penerimaan hadiah dalam pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah (P3SON) Hambalang. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Sekretaris Departemen Agama, DPP Partai Demokrat Mamun Murod Al Barbasy mengaku heran mengapa KPK memanggil orang-orang yang salah menjadi saksi untuk tersangka Anas Urbaningrum.

Orang salah dimaksud adalah Tiopan Bernhard (TB) Silalahi yang kini menjabat Ketua Badan Pengawas Partai Demokrat, dan Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Suaidi Marasabessy.

Setelah memanggil TB Silalahi awal Desember 2013, untuk saksi terkait tersangka Anas, KPK kembali memanggil saksi yang salah, yaitu Suaidi Marasabessy, Senin.

"Memang Suaidi itu siapa? Ngerti apa Suaidi soal Kongres Bandung? Terkait Kongres Bandung Suaidi bukan siapa-siapa. Dia saat itu masih pengurus Partai Hanura, yang kecewa dengan Wiranto lalu pindah ke Partai Demokrat. Jadi dia nggak ngerti apa-apa soal Kongres Bandung," ujar Ma'mun kepada Tribunnews.com, Senin malam (6/1/2014).

Ma'mun menilai KPK telah melakukan dagelan atas pemanggilan SB Silalahi, dan Suaidi. Kedua orang itu sama-sama berlatar belakang tentara, pensiunan letnan jenderal. Silalahi pernah menjabat Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara era Presiden Soeharto, dan Suaidi mantan Kepala Staf Umum TNI era Presiden Gus Dur.

Penulis buku bertajuk Anas Tumbal Politik Cikeas ini mengaku tidak paham dengan kinerja KPK memanggil saksi-saki yang nggak jelas, dan yang tidak ada hubungannya dengan kasus yang ditanganinya.

"Jangan-jangan KPK sedang cari sensasi dan mau pecahkan rekor MURI dalam tangani kasus Anas dalam hal pemanggilan saksi," ujarnya berseloroh sembari terawa.

BERITA TERKAIT

"Ini dagelan dalam penegakan hukum. Orang yang tidak terkait dengan kasus dipanggil, tapi orang yang justru terkait langsung dengan Kongres Bandung justru tidak dipanggil. Ibas misalnya, yang jelas-jelas terkait dengan Kongres Bandung justru tidak tersentuh sama sekali," katanya.

Menurut dia, Edhie Baskoro Yudhoyono memiliki posisi strategis yakni sebagai Ketua Steering Committee (SC)/pengarah Kongres Partai Demokrat 21-30 Mei 2010 di Bandung.

"Semestinya Ibas dipanggil, bukan orang seperti TB Silalahi atau Suaidi. Suaidi dan TB menurut KUHP bukan orang yang melihat, mendengar dan mengalami terkait dengan Kongres Bandung, jadi nggak bisa dijadikan saksi," kata Mamun menandaskan.

Suaidi Marasabessy sendiri menolak KPK memeriksa Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono terkait kasus Hambalang. Sebab, menurut Suaidi, KPK tak punya alasan kuat memeriksa putra bungsu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono tersebut.

"Tidak ada alasan hukum (memanggil Ibas)," kata Suaidi di kata kantor KPK, Jakarta, Senin (6/1/2013) sore.

Kongres II Partai Demokrat di Kotabaru Parahyangan, Padalarang, Bandung Barat digelar, 21-23 Mei 2010. Berdasarkan penelusuran TRIBUNnews.com, saat kongres itu, Suaidi masih bersama-sama Wiranto di Partai Hanura. Berita mengenai mundurnya Suaidi dari Partai Hanura baru muncul 30 Juni 2010, sebulan setelah Kongres Demokrat.

Dalam kasus Hambalang KPK telah menyeret bekas Menteri Pemuda dan Olahraga Andi M Mallarangeng. Mantan Sekretaris Dewan Pembina Partai Demokrat itu pun sudah ditahan.

Namun KPK rada kesulitan menyeret Anas ke dalam tahanan. Anas hampir setahun menyandang gelar tersangka, yakni sejak 22 Februari 2012, namun hingga kini, dia belum pernah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka.

Sangkaan yang diarahkan pun berubah-ubah. Awalnya, KPK menetapkan pasal sangkaan menyangkut gratifikasi mobil Harrier. KPK menyebut mobil Toyota Harrier plat B-15-AUD milik Anas diberikan atau dibelikan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. KPK mentebut, Anas menerima mobil itu saat menjabat sebagai Anggota DPR hasil Pemilu 2009.

Sedangkan Anas membantah. Dia menagku membeli sendiri mobil, memang menggunakan uang dari Nazarddin, dan konon sudah dibayar. Namun mobil itu diterima dan mulai dipakai Anas pada 12 September 2009.

"Padahal saya dilantik menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2009-2014, pada tanggal 1 Oktober 2009. Kalaupun, sekali lagi, andai, betul itu diberikan, itu bukan gratifikasi," kata Anas, beberapa waktu lalu di redaksi Newsroom Tribun Network, Jakarta. Belakangan, KPK coba menjerat Anat dengan sangkaan menerima suap Rp 2,2 miliar, dalam kasus Hambalang. Tribunnews/Bahri/Edwin/Domu

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Populer

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas