LPSK: Penahanan Atut Jangan Justru Bikin Warga Banten Jadi Korban Dua Kali
Warga Banten sudah dirugikan oleh perilaku gubernurnya yang korup. Kini penahanan Atut membuat pencairan APBD untuk Banten tersandera
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penahanan terhadap Gubernur Banten Ratu Atut Choisyah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya tak menjadikan rakyat Banten menjadi korban untuk kedua kalinya.
Sebagaimana diberitakan di media, banyak kebijakan terkait anggaran terhambat dilaksanakankarena tak ada tanda tangan Gubernur. Akibatnya banyak pelayanan masyarakat dari Pemerintahan Provinsi Banten yang tidak bisa berjalan optimal.
"Rakyat Banten telah menjadi korban akibat tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh Gubernurnya, kini justru tidak bisa menikmati layanan pemerintah lantaran Gubernurnya ditahan, ini menjadi sebuah ironi dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi," kata Wakil Ketua LPSK, Lili Pintauli dalam keterangan tertulisnya diterima Tribunnews.com, Rabu (15/1/2014).
Lebih lanjut Lili mengatakan, pembuat undang-undang seharusnya sudah memikirkan dampak yang lebih panjang akibat penahanan yang dilakukan terhadap penyelenggara Negara aktif.
"Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana, dalam definisi tersebut, seharusnya rakyat Banten dapat dikategorikan sebagai korban," kata Lili.
Namun demikian, Lili mengatakan selama ini, terminologi korban dalam kasus korupsi cakupannya sangat luas, karena yang dirugikan adalah Negara dan lingkupnya sangat luas.
"korban kasus korupsi tentu berbeda dengan kasus kejahatan lainnya yang sifatnya individual, upaya perlindungan terhadap korban dalam kasus korupsi sering diartikan dalam arti luas, yakni Negara, sehingga upaya perampasan asset koruptor untuk Negara dengan memiskinkan koruptor adalah bagian dari perlindungan terhadap korban dengan mengembalikan atau mengganti uang yang telah dikorupsi dan mengembalikannya kepada Negara," kata Lili.
Selain itu, Lili menilai, ada kekosongan hukum dalam pengaturan pemberhentian maupun pemberhentian sementara Kepala Daerah sesuai UU No 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU Pemerintahan Daerah mensyaratkan 6 bulan tidak menjalankan kewajiban baru seorang Kepala Daerah dapat diberhentikan Presiden melalui usulan DPRD . Sedangkan Gubernur Banten hingga tulisan ini dibuat masih ditahan selama 24 hari.
"Perlu diatur lebih lanjut mengenai kebijakan diskresi terhadap kondisi-kondisi darurat seperti yang dialami rakyat Banten, sehingga roda pemerintahan dan pelayanan publik tetap berjalan meski kepala daerah ditahan akibat dugaan korupsi, agar rakyat tidak menjadi korban untuk kedua kalinya," kata Lili.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.