KPK Periksa Dirut Masaro terkait Kasus Anggoro
Putranefo akan menjadi saksi untuk tersangka Anggoro Widjojo.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Putranefo A. Prayuga terkait dugaan suap pengadaan Sistem Radio Komunikasi Terpadu di Departemen Kehutanan, Senin (17/2/2014). Putranefo akan menjadi saksi untuk tersangka Anggoro Widjojo.
"Dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AW," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, saat dikonfirmasi, Senin siang.
Putranefo sendiri diketahui telah divonis dengan pidana penjara 6 tahun dan denda Rp200 juta.
Dalam kasus ini, Anggoro Widjojo merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Kementerian Kehutanan (Kemenhut) tahun anggaran 2006-2007.
Pemilik PT Masaro Radiokom ini buron ke luar negeri saat kasusnya masih dalam tahapan penyelidikan atau sesaat setelah KPK menggeledah kantor perusahaanya pada pertengahan 2008.
Anggodo bersama Presiden Direktur (Presdir) PT Masaro Radiokom Putranefo Alexander Prayugo, mantan anggota Komisi IV DPR Fraksi Partai Golkar Azwar Chesputra, Hilman Indra (Fraksi PBB), dan Fahri Andi Leluasa (Fraksi Golkar) telah divonis bersalah dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta.
Putranefo terbukti telah memperkaya diri sendiri, PT Masaro Radiokom dan orang lain. Rinciannya, memperkaya mantan Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Departemen Kehutanan (Dephut) Wandojo Siswanto sebesar Rp20 juta dan 10 ribu dollar AS.
Kemudian mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenhut Boen Mochtar Purnama sebesar 20 ribu dollar AS, dan PT Masaro Radiokom sebesar Rp89,3 miliar.
Kasus ini juga membuat, Azwar, Hilman, dan Fahri Andi divonis terbukti menerima uang dalam rangka memuluskan persetujuan anggaran proyek SKRT yang dimenangkan PT Masaro Radiokom.
Azwar menerima sebesar lima ribu dollar Singapura, Fahri 30 dollar Singapura, dan Hilman sebesar 140 dollar Singapura. Uang pelicin itu berasal dari Anggoro. Uang tersebut bahkan didistribusikan melalui mantan Ketua Komisi IV Yusuf Erwin Faisal.