Calon Hakim Konstitusi Ditanya Gelar Panjang dan Waktu Tidur
Komisi III DPR kembali melanjutkan uji kelayakan dan kepatutan calon hakim konstitusi
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi III DPR kembali melanjutkan uji kelayakan dan kepatutan calon hakim konstitusi. Kali ini calon hakim konstitusi yang diuji adalah Dr Ir Franz Astani SH MKn SE MBA MM MSi CPM.
Franz merupakan Doktor Ilmu Hukum Universitas Katolik Parahyangan dan bekerja sebagai notaris. Gelar Franz yang panjang tersebut mengundang pertanyaan dari tim pakar.
"Saya cek, gelar anda paling panjang tetapi kontribusi tulisan anda tidak ada. Ilmu dan gelar anda tidak dimanfaatkan bagi orang lain, hanya untuk sendiri," tanya anggota tim pakar Musni Umar di ruang rapat Komisi III DPR, Jakarta, Selasa (4/3/2014).
Franz menjawab pertanyaan tersebut. Ia mengatakan gelar tersebut tidak terkait dengan penulisan. "Saya kira gelar itu kontribusinya tidak harus menulis, tetapi konstribusi lainnya banyak," imbuhnya.
Sementara Tim Pakar Lauddin Marsuni mempertanyakan kemampuan Franz menjalankan tugas sebagai hakim konstitusi. Sebab, Franz kini berumur 60 tahun. "Mampu," jawabnya.
Lauddin kemudian bertanya kapan Franz biasanya tidur. "Jam 11 malam," kata Franz.
"Kenapa saya tanya itu, karena jam tidur berkaitan dengan produktivitas, orang yang tidur paling lambat adalah orang produktif, dia banyak membaca, ini bisa untuk menyelesaikan problem," kata Lauddin.
Sedangkan tim pakar Natabaya melontarkan pertanyaan sederhana. "Apa bedanya gotong royong dan tolong menolong. Karena keduanya ini merupakan budaya masyarakat adat," tanya Natabaya.
Menurut Franz gotong royong berbeda dengan tolong menolong. Kalau gotong royong lebih bersifat personal.
"Begini, tidak tepat jawabannya. Gotong royong ada rasa pamrihnya, sedangkan tolong menolong tidak ada pamrihnya. Lillahi ta'ala," kata Natabaya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.