Menkopolhukam: Permintaan Diyat Keluarga Majikan Satinah Rp 25 M Terlalu Berlebihan
Menurut Djoko, angka tersebut terlalu berlebihan untuk membebaskan atau meringankan hukuman individu yang memang telah terbukti bersalah.
Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Djoko Suyanto menilai uang denda (Diyat) sebesar 7,5 juta riyal atau setara dengan Rp 25 miliar yang diajukan pihak keluarga Nura Al Gharib--majikan Satinah Binti Djumadi, TKW yang kini terancam hukuman pancung di Arab Saudi--terlalu berlebihan.
Menurut Djoko, angka tersebut terlalu berlebihan untuk membebaskan atau meringankan hukuman individu yang memang telah terbukti bersalah.
Djoko pun meminta pengertian masyarakat Indonesia, bahwa upaya membantu Satinah telah dilakukan pemerintah. Hanya saja sayangnya dalam kasus Sutinah, pihak keluarga korban bersikukuh menetapkan angka uang tebusan yang begitu tinggi.
Menurut laporan dari duta besar RI di Arab Saudi, Abdurrahmad Mohammad Fachir, Besaran uang diyat biasanya berkisar seharga 100 - 150 ekor unta. Yang kurang lebih setara dengan Rp 1,5 hingga 2,5 miliar. Jumlah ini adalah angka yang secara konvensi adat normal dilakukan.
"Oleh karena itu dalam rapat-rapat di Kementerian Polhukam, permintaan Rp 25 miliar, meskipun itu tidak bisa diukur dengan harga nyawa, itu adalah berlebihan," ujar Djoko Suyanto, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Tribunnews.com, Senin (24/3/2014).
Dijelaskan pula, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menulis surat kepada raja Arab Saudi Abdullah bin Abdulaziz untuk meringankan hukuman bagi Satinah. Sementara Kementerian Polhukam mengirim tim pengacara untuk membela Satinah, dan mengirimkan tim khusus untuk melobby keluarga korban.
Namun segala upaya diplomasi tersebut nyaris sia-sia karena hingga kini pihak keluarga korban bersikeras dengan angka 7,5 juta riyal atau setara dengan Rp 25 miliar.
Sebelumnya pemerintah melalui upaya diplomasi pernah berhasil membebaskan TKI Sadinem dari jerat hukuman mati di Arab Saudi, dengan tebusan Rp 2,5 miliar.
Kisah Sutinah
Satinah Binti Djumadi, TKW asal Dusun Mrunten Wetan Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang yang kini terancam hukuman pancung di Arab Saudi, masih meringkuk di penjara menunggu nasib.
Satinah divonis bersalah oleh pengadilan Arab Saudi membunuh dan mencuri uang sebesar 37 riyal. Namun Sutinah membantah dan mengaku membela diri dari siksaan majikannya.
Satinah berangkat ke Arab Saudi untuk kedua kalinya tahun 2007 dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Putusan hukuman mati dengan pancung tersebut ditetapkan 3 Maret 2014 lalu.
Pemerintah berusaha membebaskan Sutinah dengan melakukan lobby kepada pemerintah Arab Saudi. Negosiasi itu membuahkan pengampunan dari raja Arab Saudi.
Sayangnya hukum yang berlaku di Arab Saudi juga mengatur bahwa pengampunan yang paling menentukan adalah pengampunan dari pihak keluarga korban pembunuhan. Sejauh ini pihak keluarga majikan Satinah yaitu Nura Al Gharib meminta uang denda (Diyat) sebesar 7,5 juta riyal atau setara dengan Rp 25 miliar rupiah. (andri malau)
BACA JUGA
Putri Satinah Yakin SBY Bisa Bebaskan Ibunya
TKW Satinah, 10 Hari Lagi Menunggu Maut