Surat dan Penjepit Rambut Satinah akan Diperlihatkan kepada Presiden SBY
Nur, saat usia 13 tahun, pada tahun 2007, Satinah bepergian jauh untuk mencari nafkah keluarga
Penulis: Domu D. Ambarita
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, UNGARAN - Masihkan membara ataukah sudah hambar rindu Nur Afriana (20 tahun) kepada Satinah binti Jumadi Ahmad (41), ibunya? Entahlah. Namun satu hal yang pasti, ibu dan anak tunggalnya itu, sudah hampir delapan tahun berpisah jauh.
Nur, saat usia 13 tahun, pada tahun 2007, Satinah bepergian jauh untuk mencari nafkah keluarga. Ia menyeberangi samudera dan benua, menjadi tenaga kerja wanita (TKW) di Arab Saudi. Itulah kepergian kali kedua perempuan asal Dusun Mrunten, Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Jawa Tengah tersebut ke Timur Tengah.
Setelah hampir sewindu berpisah, bukannya berjuta-juta uang yang dihasilkan Satinah sebagai pemburu riyal. Ia jusru menyisakan kecemasan yang luar biasa buat Afriana. Gadis belia itu galau bahkan berjuang menghadapi kasus ibunya, yang terancam dihukum mati di Arab Saudi.
Jika tidak terkumpul uang diyat sebesar 7,5 juta riyal, setara Rp 25 miliar, ibunya terancam dipancung. Leher dipotong.
Atas suatu tindak pidana pembunuhan, di Arab Saudi, seseorang bisa terbebas dari hukuman yang telah berkekuatan tetap sekalipun, apabila pihak keluarga korban memaafkan pelaku. Salah satu syarat pemaafan apabila ada pembayaran diyat, yaitu ganti rugi.
Nur Afriana terus berharap agar segera dipertemukan dengan ibunya dalam suasana yang bahagia.
"Keinginan saya, menjemput ibu pulang dengan selamat," ujar Afriana di rumah orangtuanya di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Untuk kedua kalinya, Satinah berangkat lagi menjadi tenaga kerja wanita (TKW) ke Arab Saudi tahun 2007. Wanita paruh baya itu bekerja di rumah keluarga nenek Nura Al Gharib (70).
Tahun 2007, Satinah terlibat pencurian dan tindakan kekerasan sehingga mengakibatkan majikannya meninggal.
Sebelumnya Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Tatang Budie Utama Razak mengatakan Satinah binti Jumadi Amad, telah mengakui membunuh majikannya di pengadilan Buraidah.
Setelah membunuh majikannya, Satinah mengambil uang majikannya sebesar 37.970 riyal atau setara Rp 119 juta.
Karena itu, pengadilan Buraidah menyatakan Satinah bersalah dan divonis hukuman mati. Di pengadilan, Satinah terbukti melakukan pembunuhan berencana.
"Itu dalilnya, Ibu Satinah itu membunuh direncanakan dan disengaja untuk menguasai barang Nura Al Gharib," kata Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Gatot Abdullah Mansyur.
Nur Afriana dan keluarga besar kini harap-harap cemas. Andai upaya penyelamatan Satinah dari hukuman pancung akibat membunuh Nura al-Gharib, benar-benar gagal, maka semuanya tinggal kenangan.
Jika maut pun harus menjemput ajal Satinah, ada satu benda 'warisan' untuk putrinya. Tapi jangan bayangkan warisan harta benda yang sangat mahal, melainkan hanya sepucuk surat dan sebatang penjepit rambut.