Politisi PKS: Memalukan Pemerintah Tak Mampu Bayar Diyat Satinah
Anggota Komisi IX DPR Indra meminta pemerintah serius menyelesaikan kasus Satinah. Menurut Indra kasus Satinah telah menjadi persoalan bangsa.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Indra meminta pemerintah serius menyelesaikan kasus Satinah. Menurut Indra kasus Satinah telah menjadi persoalan bangsa.
"Masa negara sebesar ini tidak mampu menyelesaikan Satinah dengan Rp21miliar," kata Indra di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (27/3/2014).
Indra mengatakan pemerintah sebenarnya memiliki dana darurat untuk membayar diyat Satinah.
"Kalau kita serius. Ini kasus sudah lama, sampaikan kepada publik. Kita yakin, semua (masyarakat) siap membantu saweran, saya yakin tiga hari bisa menghadirkan Rp21 miliar itu," katanya.
Politisi PKS itu mengatakan terlepas salah atau tidak apa yang dilakukan Satinah, setiap buruh migran harus mendapatkan perlindungan pemerintah.
"Jangan sibuk dengan kampanye, kita harus mencari solusi, kalau ini tidak serius sStinah akan menjadi korban. 256 buruh migran juga terancam hukuman mat. Ini harus ada penanganan cepat dan serius, memalukan kalau kita tidak mampu," katanya lagi.
Indra mengaku iri dengan pemerintah Philipina, dimana presiden langsung turun tangan memberikan perlindungan kepada buruh migran. Padahal dalam hal kinerja, buruh kita lebih baik daripada Philipina.
"Kalau kita selama ini hampir meregang nyawa, tidak ada sinyal yang kuat oleh kepala negara kita. Kalau pemerintah tidak menghargai bagaimana orang lain mau menghargai
Indra berharap agar presiden terpilih memiliki keberanian dan tidak peragu. Selain itu menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat kecil terutama buruh migran. "Presiden harus menciptakan lapangan kerja dalam negeri," katanya.
Diberitakan sebelumnya, Satinah Binti Djumadi, TKW asal Dusun Mrunten Wetan Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, yang kini terancam hukuman pancung di Arab Saudi, masih meringkuk di penjara menunggu nasib.
Satinah divonis bersalah oleh pengadilan Arab Saudi membunuh dan mencuri uang sebesar 37 riyal. Namun Satinah membantah dan mengaku membela diri dari siksaan majikannya.
Satinah berangkat ke Arab Saudi untuk kedua kalinya tahun 2007 dan bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Putusan hukuman mati dengan pancung tersebut ditetapkan 3 Maret 2014 lalu.
Pemerintah berusaha membebaskan Satinah dengan melakukan lobby kepada pemerintah Arab Saudi. Negosiasi itu membuahkan pengampunan dari raja Arab Saudi.
Sayangnya hukum yang berlaku di Arab Saudi juga mengatur bahwa pengampunan yang paling menentukan adalah pengampunan dari pihak keluarga korban pembunuhan. Sejauh ini pihak keluarga majikan Satinah yaitu Nura Al Gharib meminta uang denda (Diyat) sebesar 7,5 juta riyal atau setara dengan Rp 25 miliar rupiah.