SPBU Ikut Jadi Sasaran Empuk Pengedar Uang Palsu
Lokasi yang juga rawan menjadi tempat peredaran uang palsu adalah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lokasi yang juga rawan menjadi tempat peredaran uang palsu adalah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Pasalnya, tingkat peredaran uang di tempat mengisi bahan bakar minyak (BBM) ini sangat tinggi. Plus, sebagian besar memakai transaksi tunai.
Sebagai gambaran, setiap hari rata-rata SPBU melayani sekitar 10.000 transaksi penjualan BBM.
Terdapat 30 operator hingga 50 operator dispenser yang terbagi dalam dua sampai tiga sif kerja.
Kalau menggunakan asumsi ini, artinya tiap operator rata-rata mesti melayani antara 200 transaksi hingga 333 transaksi saban hari.
Modus operasi di SPBU adalah membeli BBM dengan menggunakan uang palsu pecahan Rp 50.000 dan Rp 100.000.
“Biasanya berlangsung tengah malam atau subuh,” kata Tubagus Sutisna, Ketua Departemen Umum Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas).
Sutisna juga sempat menjadi korban pengedar uang palsu. Kejadiannya Januari 2014 lalu di SPBU miliknya di Jalan Lingkar Selatan, Bandung.
Model transaksi di SPBU memang menguntungkan bagi pengedar duit palsu. Dengan skema isi BBM dulu baru bayar, jika operator curiga, si pengedar bisa buru-buru kabur. “Mau mengejar juga bagaimana,” keluhnya.
Selain itu, operator SPBU harus melayani konsumen sembari tetap memeriksa keaslian uang pembayaran BBM dengan cara manual yakni 3D.
Metode ini memang masih tergolong ampuh, meski bukan berarti bebas risiko. Faktor human error kerap membuat uang palsu lolos dibelanjakan.
Maklum, karena harus berhadapan dengan begitu banyak konsumen, kadang-kadang ada saja transaksi uang palsu yang lolos.
Hingga saat ini, belum ada satu pun SPBU yang menggunakan alat pendeteksi uang palsu.
Sutisna bilang, kalau pun ada, biasanya alat itu ditempatkan di dalam kantor pengelola SPBU untuk mengecek uang sebelum disetorkan ke bank.
Alasannya macam-macam. Namun yang paling umum adalah soal efisiensi waktu karena banyak pembeli yang harus dilayani.
Jam terbang operator SPBU juga bisa menjadi catatan. Semakin lama pengalaman kerja operator, kemampuannya mendeteksi uang palsu semakin mumpuni.
Maklum, setiap hari kerjanya memang selalu bersentuhan langsung dengan uang. “Kalau operatornya sudah senior, jarang lolos,” ujar Eri Purnomohadi, Ketua Hiswana Migas yang juga pemilik SPBU di beberapa daerah.