Siapa Mafia Kasus Satinah yang Dimaksud Menko Kesra?
Kabar mengejutkan datang dari Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono.
Penulis: Ade Mayasanto
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kabar mengejutkan datang dari Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Agung Laksono. Politisi senior Partai Golkar itu menengarai, ada oknum yang memanfaatkan kasus pembayaran diat untuk Satinah, buruh migran Indonesia yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi.
"Informasi sudah ada, tetapi siapa orangnya belum," ujar Agung di kantor Kepresidenan, Selasa (1/4).
Ia menjelaskan, pemerintah berkomitmen membantu Satinah dengan membayar uang diat senilai Rp 12 miliar. Namun, seiring waktu berjalan, uang diat yang diminta melonjak menjadi Rp 26 miliar.
"Itu gimana? Nanti lama-lama bisa melonjak sampai Rp 100 miliar. Memang di tengah-tengah itu ditengarai ada yang memanfaatkan," ucapnya seraya mengapresiasi gerakan masyarakat menggalang dana untuk diat Satinah.
Namun, Agung mengingatkan polisi untuk mengawasi aksi penggalangan dana sumbangan bagi Satinah.
"Jangan sampai keburu terjeblos atau jangan sampai sama dengan kasus Darsem, di mana masyarakat memandang uang itu agar dia bebas dari hukuman pancung, lalu kemudian malah mempertontonkan kemewahan. Ini mencederai kesetiakawanan sosial," urainya.
Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa memilih enggan berkomentar perihal dugaan segelintir orang yang memanfaatkan kasus Satinah. Baginya, pemerintah Indonesia berupaya membebaskan Satinah.
"Saya tidak akan menyatakan ada mafia, atau tidak ada mafia. Saya ingin upaya kita terkonsentrasi agar tim ini mencapai hasil yang optimal," ungkapnya.
Ia menyatakan, utusan pemerintah yang dipimpin Maftuh Basyuni tengah melakukan pendekatan demi membebaskan Satinah dari hukuman mati. "Tim sedang bekerja sampai saat ini," paparnya.
"Saya tidak bisa menyatakan apapun juga yang bisa menganggu hasil kerja dari tim yang sedang berada di Saudi saat ini. Saya rasa kita semua harus menahan diri, supaya hasilnya seoptimal mungkin."
Satinah adalah warga Desa Kalisidi, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Dia ditetapkan menjadi pelaku pembunuhan terhadap majikan perempuannya, Nura al-Gharib di wilayah Gaseem Arab Saudi. Ia juga didakwa mencuri mencuri uang sebesar 37.970 riyal pada Juni 2007.
Satinah mengakui perbuatannya. Lalu ia terpenjara di Kota Gaseem sejak 2009. Satinah diganjar hukuman mati melalului putusan kasasi. Seharusnya Satinah menghadapi algojo pada Agustus 2011, akan tetapi tenggat waktu diperpanjang hingga tiga kali, yaitu Desember 2011, Desember 2012, dan Juni 2013.
Pihak keluarga atau ahli waris korban sebelumnya menyatakan akan memberikan maaf asal mendapat imbalan diyat sebesar 10 juta riyal yang selanjutnya menjadi 7,5 juta riyal, dalam jangka waktu 1 tahun 2 bulan terhitung sejak 23 Oktober 2011.
Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai, pemerintah Indonesia tidak harus membayar uang tebusan untuk Satinah. Sebabnya, diat merupakan bentuk imbalan maaf keluarga korban kepada pelaku. Untuk itu, uang diat harus dibayarkan pelaku kejahatan atau keluarga.