Hari Ini, KPK Panggil Bos Pelindo II RJ Lino
Lino akan dimintai keterangan terkait kasus pembangunan pelabuhan atau dermaga di beberapa tempat.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemanggilan Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II Richard Joost Lino, Selasa (15/4).
Lino akan dimintai keterangan terkait kasus pembangunan pelabuhan atau dermaga di beberapa tempat yang kini tengah diselidiki KPK.
Juru Bicara KPK Johan Budi menyebut, sebelumnya, lembaganya pernah menjadwalkan pemanggilan Lino terkait hal ini. Namun kala itu Lino tak memenuhi panggilan lantaran sedang berada di luar kota.
"Sebenarnya, RJ Lino pernah dipanggil tetapi tidak hadir karena sedang ke luar kota. Karena itu di-reschedule untuk dimintai keterangan pada 15 April 2014," kata Johan kepada wartawan di Kantor KPK, Senin (14/4) kemarin.
Namun demikian, Johan tidak memerinci ihwal penyelidikan kasus ini. Johan hanya menyebut kasus ini bukanlah penyelidikan baru, namun penyelidikan yang dilakukan sejak beberapa bulan lalu. Adapun pembangunan dermaga yang dimaksud, salah satunya yakni pembangunan dermaga di Lampung.
Sebelumnya, pada Mei 2012 laku KPK juga pernah menjadwalkan pemeriksaan Lino. Namun, kala itu Lino menjalani pemeriksaan sebagai saksi untuk tersangka mantan Wali Kota Cilegon, Aat Syafaat terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pembangunan Dermaga Kobangsari, Cilegon, Provinsi Banten.
Kasus tersebut bermula saat Pemerintah Kota Cilegon menyetujui nota kesepahaman dengan PT Krakatau Steel terkait tukar guling lahan untuk pembangunan Pabrik Krakatau Posco dan dermaga Kota Cilegon.
Pemerintah Kota Cilegon sepakat menyerahkan lahan seluas 65 hektare di Kelurahan Kobangsari kepada PT Krakatau Steel untuk keperluan membangun pabrik tersebut. Sebagai gantinya, Krakatau Steel harus menyerahkan tanah seluas 45 hektare kepada Pemerintah Kota Cilegon untuk pembangunan dermaga pelabuhan.
Berdasarkan laporan masyarakat yang diterima KPK, diduga ada indikasi penerima hadiah atau suap serta penyalahgunaan wewenang terkait tukar guling tersebut. Ada dugaan timbulnya kerugian negara senilai Rp11 miliar dalam kasus ini.