Pemerintah Diminta Kecam Vonis Mati Pengikut Ikhwanul Muslimin
Hajriyanto Y Thohari meminta Pemerintah Indonesia mengecam keras vonis hukuman mati atas 683 pengikut dan simpatisan Ikhwanul Muslimin.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari meminta Pemerintah Indonesia mengecam keras vonis hukuman mati atas 683 pengikut dan simpatisan Ikhwanul Muslimin.
Hal itu dilakukan karena Indonesia merupakan negara muslim demokrasi terbesar yang peduli terhadap hak-hak asasi manusia dan bangsa.
"Vonis mati secara kolektif berskala masif seperti itu tidak lah bukan hanya tidak lazim dalam praktik hukum di negara manapun, melainkan juga sangat anakronistis dan sarat dengan dimensi permusuhan politik yang bertentangan dengan penegakan hukum itu sendiri," kata Hajriyanto melalui pesan singkat, Rabu (30/4/2014).
Menurut Hajriyanto, Rezim hukum Mesir diduga sedang menjalankan agenda politik balas dendam dari penguasa politik sementara Mesir pascakudeta terhadap Presiden Muhammad Mursi tahun lalu. Hajriyanto mengungkapkan sulit untuk mengelak bahwa vonis hukuman massal atas 1.212, yaitu 529 orang terhukum (Maret 2014) ditambah lagi 683 tokoh (April 2014) adalah semata-mata peristiwa politik, bukan hukum.
"Sebagai negara yang memiliki tujuan luhur ikut mewujudkan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, Indonesia harus mengambil langkah-langkah aktif dan proaktif untuk bergabung dengan kekuatan internasional lainnya mengecam dan menghentikan hukuman massal yang tidak menjunjung tinggi HAM tersebut," jelasnya.
Politisi Golkar itu mengaku prihatin dan mengecam sikap ambivalen yang ditunjukkan oleh kaum cendekiawan, kalangan ulama, dan kaum liberalis Mesir atas vonis semena-mena tersebut. Di satu pihak, katanya, mereka mengklaim sebagai pejuang demopkrasi dan kebebasan, tetapi di pihak lain mereka mendiamkan seribu bahasa atas otoritarisme penguasa sementara Mesir yang mengabaikan kepatutan hukum itu.
"Sikap kaum liberalis Mesir adalah sangat mengherankan. Apalagi manakala mereka justru mengesankan memberikan dukungan atas vonis tersebut. Sangatlah pantas kita meragukan komitmen kaum cendekiawan dan kaum liberalis Mesir dewasa ini atas nilai-nilai demokrasi, kebebasan, dan hak asasi manusia," ungkapnya.
Untuk itu, Hajriyanto menilai Indonesia perlu mengambil prakarsa internasional untuk mempertimbangkan mengagendakan kasus vonis mati masif di Mesir itu dalam sidang PBB sesegera mungkin.
"Pasalnya, kasus vonis mati massal ini bukan lagi urusan internal atau domestik Mesir, melainkan urusan kemanusiaan sejagad yang adil dan beradab," tegasnya.