Mau Dipanggil Paksa Komnas HAM, Kivlan Lapor Ombudsman
Mahendradata mengatakan, Komnas HAM dinilai telah melakukan pelanggaran administrasi dan menyalahi wewenang.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Staf Komando Strategis dan Cadangan TNI Angkatan Darat (Kostrad), Mayjen TNI Purnawirawan Kivlan Zen bersama pengacaranya mendatangi kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin (2/6/2014).
Kedatangannya untuk melaporkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terkait pemanggilan paksa dirinya mengenai peristiwa penculikan Mei 1998.
Kuasa Hukum Kivlan, Mahendradata mengatakan, Komnas HAM dinilai telah melakukan pelanggaran administrasi dan menyalahi wewenang.
"Hari ini mengadukan ke Ombudsman atas tindakan Komnas HAM yang menyalahi wewenang dan melanggar administrasi karena mengancam Kivlan Zen yang akan memanggil secara paksa," kata Mahendratta di kantor Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Senin (2/6/2014).
Mahendratta mengatakan, tidak ada nama kliennya dalam rentetan peristiwa Mei 1998. Khususnya mengenai kasus penculikan aktivis dan mahasiswa saat itu.
"Dalam pemeriksaan penghilangan orang sebelumnya, Mei 1998, nama Kivlan Zen itu tidak ada. Jadi apa landasan hukumnya Komnas HAM memanggil paksa?" kata Mahendratta.
"Undang-Undang tahun 2000 tentang HAM sangat jelas, pelanggaran HAM sebelum tahun 2000 harus diadili Pengadilan HAM adhoc. Kalau belum ada pengadilan ad hoc itu, belum bisa dipanggil," sambungnya.
Kivlan sendiri mengaku, atasannya saat itu Prabowo Subianto yang menjabat Panglima Kostrad tidak bersalah atas peristiwa Mei 1998. Sebab, saat itu Prabowo sudah tidak lagi menjabat sebagai Komandan Jenderal Kopassus.
"Saat itu Prabowo sudah tidak jadi Danjen Kopassus lagi. Jadi sebenarnya Pak Prabowo tidak bertanggungjawab atas 13 orang yang hilang. Saat itu dia telah meninggalkan Kopassus," kata dia.
Kivlan mencurigai, adanya penggiringan isu oleh pihak-pihak tertentu dengan kembali dihembuskannya peristiwa penculikan Mei 1998. Sehingga Kemudian mereka mendesak Komnas HAM untuk memanggil paksa dirinya terkait dengan kepentingan politik.
"Itu desakan orang-orang yang tidak senang dengan Prabowo dan mendesak Komnas HAM. Komnas HAM tidak berhak memanggil saya kalau tidak ada Pengadilan ad hoc," kata Kivlan.
"Komnas HAM sudah tidak bekerja menurut UU. Saya lihat Komnas HAM ini sudah bermain politik," katanya.
Anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Nurkholis sebelumnya mengatakan, pihaknya berencana memangil paksa mantan Kepala Staf Kostrad, Mayjen TNI Purnawirawan Kivlan Zen. Pemanggilan itu terkait ihwal informasi penting yang dimiliki Komnas HAM.
"Untuk pemanggilan ketiga yang nanti itu merupakan sebuah upaya paksaan," kata Nurkholis saat jumpa pers hasil pemantauan dan penyelisikan kasus penculikan 13 aktivis HAM 1998 di kantor Komnas HAM, Senin 26 Mei 2014 lalu.
Komnas HAM sejauh ini telah 2 kali memanggil Kivlan. Pada pemanggilan pertama tanggal 14 Mei, Kivlan tak hadir dan diwakili pengacaranya. Lalu, pada pemanggilan kedua, ia juga tak kunjung hadir.
Menurut Nurkholis, tim yang dibentuk Komnas HAM ini masih akan memberikan tenggat waktu agar Kivlan bisa datang sendiri ke Komnas HAM. Namun, apabila Kivlan dinilai tak kooperatif, secara undang-undang, pemaksaan sah dilakukan.
Namun Kivlan menolak panggilan Komnas HAM untuk bersaksi terkait kasus orang hilang pada peristiwa 1998. Tim khusus pun dibentuk Komnas HAM untuk menangani hal ini dan diketuai oleh Otto Syamsudin Ishak serta beranggotakan antara lain Nurkholis (wakil ketua) dan Siti Noor Laila.
Kivlan sendiri pernah melontarkan informasi penting bagi penyelidikan kasus penculikan aktivis peristiwa Mei 1998. Dalam tayangan di sebuah televisi swasta nasional, ia menyatakan mengetahui siapa yang menculik para aktivis dan mahasiswa saat itu. Begitu pun nasib mereka yang ditembak dan jasadnya dibuang, Kivlan juga mengaku mengetahuinya.
Namun, dia tidak menjelaskan secara detil, siapa identitas orang atau pihak yang ia maksud telah melakukan penculikan tersebut.