Akil Mochtar : Sampai ke Tuhan Saya Mau Banding
Akil Mochtar tampak biasa. Bahkan sempat berfoto ria dengan sejumlah orang usia menjalani sidang. Sementara keluarga Akil tak terlihat mendampinginya.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Fajar Anjungroso
![Akil Mochtar : Sampai ke Tuhan Saya Mau Banding](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20140612_151318_sidang-atut.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar tak menyesal dengan apa yang dibuatnya. Meski majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonisnya dengan pidana penjara masksimal yakni penjara seumur hidup. Karena itu, Akil menyatakan akan banding dengan putusan hakim tersebut.
"Engga (menyesal). Sampai ke Tuhan (saya) akan banding. Sampai ke surga akan banding," kata Akil ditanyai wartawan usai menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (30/6/2014) malam.
Menurut Pantauan Tribunnews, Akil Mochtar tampak biasa. Bahkan sempat berfoto ria dengan sejumlah orang usia menjalani sidang. Sementara keluarga Akil tak terlihat mendampinginya.
Akil menuding, vonis seumur hidup oleh majelis hakim, sudah kesepakatan dengan KPK. Karena itu, tegas Akil, tak mungkin, hakim mempertimbagkan hal-hal yang sudah diajukan pihaknya dalam persidangan. "Ini sudah deal. Emang balas dendam (mereka)," ketus suami Ratu Rita tersebut.
Sementara Penasihat Hukum Akil, Adardam Achyar menilai bahwa Hakim menjatuhkan vonis maksimal terhadap kliennya karena di bawah tekanan pihak KPK. Tidak hanya melihat amar putusan, bahkan kata dia, hakim dari gelagat tubuhnya saat membaca vonis juga tampak dalam tekanan.
"Tadi ada kata-kata yang tidak lazim dari majelis hakim. majelis mengatakan 'mengambil alih' doktrin-doktri dan teori-teori yang dikemukakan Jaksa Penuntut Umum. Itu tidak lazim bahasa itu, harusnya kan membenarkan. Ini kan kelihatan sekali, majelis hakim dalam keadaan tertekan. Tapi mereka seperti memberikan sinyal kepada kami bahwa dalam tekanan," kata Adardam.
Siapa yang menekan, tegas Adardam adalam KPK. Pasalnya, lanjut dia, tidak mungkin hakim, mau hidup di bawah bayang-bayang lembaga pimpinan Abraham Samad Cs tersebut.
"Mana mau hakim hidup dalam bayang-bayang petugas KPK. Lihatkan Pak Suwidya (Hakim Ketua) saat baca putusan tadi, tangannya bergetar," kata Adardam.
Kemudian, lanjut Adardam, Suwidya juga sempat mengoper pembacaan pusutan atau masuk kata 'mengadili' terdakwa. "Biasanya terakhir itu full disampaikan ketua majelis," imbuhnya.
Dalam putusan, Akil divonis bersalah karena terbukti menerima suap terkait empat dari lima sengketa Pilkada dalam dakwaan kesatu Jaksa KPK.
Di antaranya yaitu Pilkada Kabupaten Gunung Mas sebsar Rp 3 miliar, Kalimantan Tengah Rp 3 miliar, Pilkada Lebak Banten Rp 1 miliar, Pilkada Empat Lawang Rp 10 miliar dan 500.000 dollar AS, dan Pilkada Kota Palembang sekitar Rp 3 miliar. Untuk Pilkada Kota Palembang, hakim menyatakan orang dekat Akil Muhtar Effendi terbukti menerima Rp 19,8 miliar dari Wali Kota Palembang Romi Herton dan istrinya Masyito.
Meski begitu hakim menyatakan Akil tidak terbukti menerima suap sebagaimana Pasal 12 huruf c Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait sengketa Pilkada Lampung Selatan sebesar Rp 500 juta.
Menurut hakim, berdasarkan fakta persidangan, uang yang diterima Akil tersebut tidak bertujuan untuk mempengaruhi putusan sengketa Pilkada Lampung Selatan. Ketua Majelis Hakim Suwidya menyatakan perbuatan Akil menerima Rp 500 juta merupakan gratifikasi.
Kemudian, hakim menyatakan Akil terbukti menerima suap sebagaimana dakwaan kedua yaitu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Buton Rp 1 miliar, Kabupaten Pulau Morotai Rp 2,989 miliar, Kabupaten Tapanuli Tengah Rp 1,8 miliar, dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur Rp 10 miliar.
Akil juga terbukti dalam dakwaan ketiga, yaitu menerima Rp 125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011 Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.
Hakim juga menyatakan Akil terbukti menerima uang dari adik Gubernur Banten Atut Chosiyah, Tubagus Chaeri Wardana sebesar Rp 7,5 miliar sebagaimana dakwaan keempat.
"Terungkap terdakwa menerima uang Rp 7,5 miliar ke rekening CV Ratu Samagat yang berhubungan dengan jabatannya," kata hakim.
Dua dakwaan lagi, Akil Mochtar terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang. Tetapi terkait itu terdapat perbedaan pendapat atau disentting opinion oleh Hakim Anggota III Sofialdi, Hakim Anggota IV Alexander Marwata.
Hakim Anggota III Sofialdi antara lain menyatakan bahwa bahwa tuntutan dan surat tuntutan TPPU oleh Jaksa KPK dalam dakwaan kelima tidak dapat diterima dan terdakwa tidak dapat dipersalahkan.
Selain itu, Sofialdi menyatakan karena KPK tidak memiliki kewenangan penyidikan maka dakwaan keenam harus dinyatakan batal dengan sendirinya.
"Dan terdakwa tidak dapat dipersalahkan dengan dakwaan yang telah dibatalkan tersebut," kata Hakim Sofialdi.
Sedangkan Hakim Anggota IV Alexander antara lain menyatakan bahwa terkait pasal 6 UU TPPU menyatakan bahwa yang dapat dijerat adalah harta yang berasal dari tindak pidana korupsi.
"Bukan dugaan tindak pidana korupsi," kata Alexander. Dia menegaskan, tidak bisa pidana asal itu masih dugaan atau asumsi pidana korupsi.
Ia menegaskan, kalau hanya menduga tanpa membuktikan, maka harusnya KPK juga dapat mengusut harta Pegawai Negeri Sipil atau penyelenggara negata yang tidak sesuai dengan profil penghasilannya. Karenanya, Alexander yakin tidak seluruhnya harta terdakwa diperoleh secara ilegal.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.