Menteri Kelautan Jokowi - JK Harus Berani Mati
"Untuk menjalankan ide poros maritim itu, Jokowi perlu mencari orang-orang yang berani mati," ujar Laksdya (Purnawirawan) TNI Didik Heru Purnomo
Penulis: Domu D. Ambarita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gagasan presiden terpilih Joko Widodo mengembalikan kejayaan laut Indonesia dan menjadikannya sebagai poros maritim dunia sesuatu yang revolusioner, layak didukung.
Namun ide itu tidak bisa lagi dilakukan dengan cara-cara lama, business as usual, menganggap semua hal itu sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja, tapi harus dengan revolusioner. Bahkan menteri yang mengurusi kelautan pun bukan sembarang orang, melainkan harus seseorang yang berani mati.
"Untuk menjalankan ide poros maritim itu, Jokowi perlu mencari orang-orang yang berani mati," ujar mantan Kepala Pelaksana Harian Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) RI Laksamana Madya (Purnawirawan) TNI Didik Heru Purnomo saat berbincang dengan wartawan di kawasan Megakuningan, Jakarta Selatan, Jumat (15/8/2014).
"Berani mati? Mengapa harus seseram itu?" tanya wartawan.
Laki-laki kelahiran Yogyakarta, 14 April 1954 ini kemudian mengutip falsafah Jawa. "Jer Basuki Mowo Beyo.Berani mati, artinya orangnya nothing to lose, bersih. Kalau salah, berani mundur. Apakah kalau mundur satu, kita langsung kekurangan menteri? Tidak. Wong kita banyak penduduk, 240 juta kok," kata Didik yang menjabat Wakil Kepala Staf TNI Angkatan Laut (Wakil KSAL) periode 4 September 2007 - 30 Juni 2008.
Pepatah jer basuki mowo beyo sangat terkenal di tengah masyarakat Jaya yang menjungjung nilai-nilai luhur kejuangan. Kutipan falsafah Jawa bermakna untuk mencapai kemuliaan atau keberhasilan mutlak memerlukan suatu pengorbanan. Tidak akan ada orang sukses tanpa perjuangan keras.
Kemudian dia menandaskan, "Berani mati yang saya maksud adalah mematikan nafsu jahat tiga to (keinginan-keinginan pribadi baik kekuasaan, maupun uang dan wanita (bagi laki-laki, Red)."
Didik mendukung konsep tol laut, membangun transportasi laut yang cepat dan murah, yang digagas Jokowi. Menurutnya, membuat transportasi lancar dan cepat serta ongkos ekonomi murah suatu keniscayaan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah membangun infrastruktur pendukung.
Mantan Kepala Staf Umum (Kasum) TNI ini mendukung wacana penguatan kemaritiman dan meningkatkan transportasi laut. Dengan penguatan transportasi laut, diharapkan biaya angkut akan lebih murah.
Ia menceritakan keluhan seorang pengusaha asal Korea Selatan yang berproduksi di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat. Jarak Cikarang ke Pelabuhan Tanjungpriok kurang lebih 40 kilometer.
"Kawan saya, seorang warga Korea, mengeluhkan tingginya biaya transportasi darat di Indonesia. Katanya, dari Cikarang - Tanjungpriok, angkut satu kontainer saja mengeluarkan biasa sekitar 6 juta. Padahal, jarak yang sama di Korea, ongkosnya hanya Rp 900 ribu," kata Didik sembari menyebut perlu mempercepat pembangunan intrastruktur dan saranan kemaritiman.
Dia mencontohkan minimnya daya dukung Pelabuhan Sorong, Papua Barat. Ukuran pelabuhan sempit. Andai pelabuhan itu dibangun sesuai standar pelabuhan internasional, kapal-kapal besar bermuatan berat akan dapat berlabuh. Bukan hanya itu, pelabuhan itu bisa menjadi hub yang menghubungkan di Indonesia timur dengan Australia, Papua Nugini, dan dengan negara lain, maka perekonomian.
Berdasarkan penelusuran Tribun, PT Pelindo II (Persero) telah mengincar lahan seluas 7.500 hektar untuk memperluas pelabuhan Sorong. Dana pun telah disediakan Rp 2 triliun untuk pembangunan dalam jangka dua tahun. Namun pembebasan lahan hutan lindung, belum mendapat izin pemerintah pusat.
Terkait sektor perikanan laut, Didik, yang pernah tugas di Filipina, mencontohkan perlakuan pemerintah negara itu terhadap nelayan tradisional. Para nelayan tidak hanya menangkap ikan di peradiran Filipina, tetapi sampai ke negara lain, termasuk ke laut Sulawesi.