Aktivis Perempuan Gugat UU MD3
UU tersebut diujikan karena dianggap menghilangkan jaminan kepemimpinan politik perempuan.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa aktivis perempuan lintas organisasi hari ini mendaftarkan uji materi (judicial review) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPD, DPR dan DPRD (UU MD3).
UU tersebut diujikan karena dianggap menghilangkan jaminan kepemimpinan politik perempuan.
Yuda Kusumaningsih, salah seorang pemohon, mengatakan UU yang baru disahkan tersebut menghilangkan kata-kata keterwakilan perempuan.
Padahal, kata Yuda, di UU yang lama kata-kata keterwakilan perempuan selalu ada.
"Pada Undang- Undang MD3 yang lama ada beberapa pasal itu di sana selalu tecantum bahwa semua alat kelengkapan dewan dengan menyertakan keterwakilan perempuan dengan perimbangan pada fraksi.
Entah bagaimana yang jelas anggota dewan khususnya semacam berkonspirasi menghilangkan kata-kata keterwakilan perempuan yang ada pada Undang-Undang MD3 yang lama," ujar Yuda saat mendaftarkan uji materi tersebut di MK, Jakarta, Selasa (19/8/2014).
Yuda menilai DPR melalui UU MD3 menghilangkan hak konstitusional perempuan sebagai warga negara yang memiliki hak sama untuk bidang hukum dan politik.
Menurut Yuda, peluang perempuan menjadi alat kelengkapan pimpinan DPR menjadi tertutup.
Sejumlah pasal yang dihapus dalam UU Nomor 27 tahun 2009 adalah Pasal 101 ayat (2), Pasal 109 ayat (2), Pasal 119 ayat (2), Pasal 125 ayat (2), Pasal 132 ayat (2), Pasal 138 ayat (2) khususnya klausul yang berbunyi 'dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi'.
Untuk itu, dalam petitumnya, koalisi aktivis perempuan meminta Mahkamah membatalkan Pasal 97 ayat (2) tentang ketentuan pimpinan koalisi, Pasal 104 ayat (2) tentang pimpinan badan legislasi, Pasal 109 ayat (2) tentang pimpinan badan anggaran, Pasal 115 ayat tentang pimpinan BKSAP, Pasal 121 ayat (2) tentang mahkamah kehormatan dewan, Pasal 152 ayat (2) tentang pimpinan BURT, Pasal 158 ayat (2) tentang pimpinan panitia khusus UU Nomor 17 tahun 2014.
Selain itu, koalisi juga meminta Mahkamah mempercepat proses persidangan sebelum pelantikan anggota DPR 2014-2019 pada 1 Oktober 2014 karena terkait pengisian jabatan pimpinan DPR.