Isu Kelangkaan BBM, Rahmad Pribadi: Jangan Hancurkan Nama SBY
Kalau isu-isu seputar energi tak terselesaikan, bisa muncul anggapan bahwa SBY meninggalkan pekerjaan yang belum tuntas kepada Joko Widodo-Jusuf Kalla
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
![Isu Kelangkaan BBM, Rahmad Pribadi: Jangan Hancurkan Nama SBY](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/20140828_113332_antre-mengisi-bbm-jenis-premium-di-spbu.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ada upaya pengalihan isu kelangkaan BBM yang terjadi di Indonesia dan sekaligus usaha menghancurkan pemerintahan mendatang dengan melakukan kampanye negatif terhadap beberapa tokoh yang disebut-sebut mempunyai potensi menjadi orang nomor satu di Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) dalam kabinet Jokowi-JK.
Ini dapat dikatakan sebagai “debat capres lanjutan” terkait ketahanan energi yang merupakan isu terakhir dalam debat tersebut. Jika tidak ditangani dengan baik, kedua isu akan berakibat buruk pada akhir masa bakti Presiden SBY, yang terkenal sebagai stabilisator ekonomi makro, sosial dan keamanan.
Demikian diungkapan oleh pengamat energi, Rahmad Pribadi, yang lulusan Harvard University dan University of Texas at Austin, Jakarta, dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Jumat (28/8/2014).
Menurut Rahmad, isu energi dalam debat Capres terakhir sebenarnya membuka secara gamblang kepada masyarakat bahwa ada praktik-praktik bisnis yang tidak benar dalam dunia permigasan dan adanya keterlibatan mafia migas terhadap salah satu tokoh sentral dalam capres-cawapres tersebut.
“Kelangkaan BBM ini salah satunya merupakan permainan mafia migas pascamundurnya Karen sebagai Direktur Utama Pertamina. Jadi orang mulai menduga adanya benang merah antara mundurnya Karen dan kelangkaan BBM yang sekarang terjadi. Dan sekarang, siapapun yang memiliki potensi menjadi Menteri ESDM mulai dihantam berbagai isu,” ujar Rahmad.
Bagaimanapun, kata Rahmad, ada stigma di masyarakat soal telah terbaginya dua kekuatan besar opini publik yakni Pro Jokowi-JK atau Pro Prabowo-Hatta. Yang penting untuk dipahami adalah, siapapun yang menggoyang pemerintahan Joko Widodo-JK, akan dinilai oleh publik sebagai kelompok Pro Prabowo Hatta.
Hal ini, tambahnya, akan mudah dimanfaatkan oleh kelompok mafia migas untuk mengadu domba kedua kelompok besar masyarakat, dan kemudian mereka akan mengail ikan di air keruh.
“Energi dimanapun juga selalu berkaitan erat dengan politik. Ini adalah perang energi yang merupakan lanjutan dari debat capres. Dan, siapapun, baik itu tokoh yang membuat statemen atau media yang memuat, akan dianggap mengancam dan menyerang pembentukan kabinet pemerintahan mendatang. Tidak masalah, apakah serangan yang ditujukan kepada para calon itu secara langsung ataupun tidak, pasti akan dicap sebagai kelompok Pro Prabowo-Hatta. Dan yang paling mudah, mereka yang menyerang pemerintahan mendatang adalah yang bukan dari kelompok Pro Jokowi-JK dan merupakan kelompok yang kepentingan energinya terancam dengan pemerintahan mendatang, yakni mafia migas” jelas Rahmad.
Kondisi inilah, yang oleh Rahmad disebutkan sebagai tidak arif karena menempatkan pemerintahan sekarang pada posisi yang tidak tepat. Presiden SBY yang dikenal sebagai stabilisator ekonomi makro, sosial dan keamanan, harus turun dengan terhormat.
Kalau isu-isu seputar energi tak terselesaikan, bisa muncul anggapan bahwa SBY meninggalkan pekerjaan yang belum tuntas kepada Joko Widodo-Jusuf Kalla.
"Bangsa Indonesia harus menghormati Presiden, baik ketika terpilih, memerintah ataupun turun, karena merupakan simbol negara," katanya.