Jokowi Harus Waspada Jebakan SBY dan JK
APBN 2015 yang disusun oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Menteri Keuangan diduga banyak jebakan batmannya bagi presiden penggantinya.
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Rahmat Patutie/Adiatmaputra Fajar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden terpilih harus hati-hati bersikap, termasuk dalam rencana menaikkan harga bahan bakar minyak.
Jika salah melangkah, ia akan terperangkap jebakan batman. Bukan hanya satu melainkan dua jebakan, pertama jebakan presiden berkuasa Susilo Bambang Yudhyono, satu lagi dari wakil presiden terpilih, Jusuf Kalla.
Nasihat ini disampaikan Rizal Ramli, Menko Perekonomian era pemerintahan Abdurrahman Wahid saat berbincang dengan wartawan di kediamanyannya, di Jalan Bangka, Jakarta Selatan, Sabtu (30/8).
Jebakan dari sisi presiden berkuasa, kata dia, antara lain dibuat berupa Undang-undang dalam bentuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Perubahan) 2014. Dalam APBNP, soal alokasi bahan bakar bersubsidi misalnya dibatasai hanya 46 juta kiloliter untuk tahun 2014. Tidak masuk akal, jatah ini justru turun dari APBN sebelumnya kuota BBM bersubsidi 48 juta. Pemangkasan dilakukan dengan dalih menekan pagu anggaran subsidi agar tak melonjak dari Rp 246,5 triliun.
"Jadi kalau Jokowi menjadi presdien, dia tidak bisa membongkar apa yang direncanakan SBY dalam APBN, dia sudah tidak bisa begerak. Dia sudah tidak bisa ngapa-ngapain karena dia sudah terperangkap jebakan batman SBY," kata Rizal, mantan Kepala Bulog.
Demikian juga Anggaran Pendapatan Pembelanjalan Negara (APBN) 2015 yang disusun Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Menteri Keuangan diduga banyak jebakan batmannya. Tidak ada terobosan, tidak ada inisiatifnya untuk menaikkan pendapatan negara. Apalagi pada pemerintahan SBY, terjadi defisit anggaran.
Dengan demikian, kata Rizal mengusulkan, jika presiden terpilih Joko Widodo tak dapat mengotak-atik apa yang sudah di rencanakan SBY tersebut. Jika tidak, Jokowi tak lagi dapat leluasa perhal mengelolah anggaran dalam pemerintahannya mendatang.
"Banyak jebakan baik dari SBY, menteri keuangan, dan dari orang sekitar jokowi. Dari dua sisi menjebak (Jokowi)," ungkap Rizal.
Menurutnya jebakan batman juga berasal dari orang-orang di sekitar Jokowi, yakni yang turut mendorong Jokowi untuk menaikan harga BBM semaksimal mungkin. Termasuk dari Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla.
Jebakan itu bisa berupa politik kekuasaan. Andai Jokowi memenuhi permintaan menaikkan harga BBM, kemudian secara politik terjadi gejolak, sangat mungkin dia jatuh. "Kalau Jokowi jatuh, siapa yang naik? Pasti JK, bukan?" ujarnya.
Kekhawatiran Rizal beralasan karena partai politik di DPR terutama dari barisan Koalisi Merah Putih yang komposisinya dominan di DPR. Parpol Koalisi Merah Putih adalah parpol yang mengusung Prabowo - Hatta pada Pilpres 2014, yakni Gerindra, Golkar, PPP, PKS, PAN dan Gerindra. Komposisi Koalisi Merah Putih, termasuk dengan Partai Demokrat yang pada Pilpres menyatakan netral, terdiri atas Gerindra (73 kursi), Golkar (91), Partai Demokrat (61), PAN (49), PKS (40), dan PPP (39). Total kursi koalisi ini berjumlah 353 kursi, atau 63 persen kursi DPR.
Koalisi ini berhadap dengan koalisi pro-Jokowi, terdiri atas PDIP (109 kursi), PKB (47), NasDem (35), dan Hanura (16). Total kursi koalisi ini berjumlah 207, atau 37 persen kursi DPR.
Menurut Rizal, persoalan persoalan BBM ini bukan hanya persoalan berani atau tidak mengambil keputusan. Menurutnya bila Jokowi tidak berhati-hati mengambil langkah terkait mengelolah soal harga BBM. Maka Partai Demokrasi Perjuangan Indonesia (PDIP) justru akan terbawa-bawa nantinya. "PDIP akan kena getahnya," kata dia.
Sebelumya diberitakan, Jokowi menyatakan menaikkan harga BBM bersubsidi meskipun kebijakan tersebut dianggap tidak populer. Bagi Jokowi yang terpenting bukan masalah popularitas, tapi kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi itu disertai pengalihan anggaran untuk pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pupuk, benih, pestisida untuk petani, kemudian mesin kapal dan solar untuk nelayan.
Adapun JK berpendapat, kenaikan harga BBM seharusnya sudah dilakukan karena kelangkaan BBM sudah menjalar ke mana-mana. Dia bahkan setuju, andai saat ini juga harga BBM dinaikkan.
Mengenai jebatan Batman, sebelumnya, justru Partai Demokrat yang menduga Jokowi menyiapkan jebakan buat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan meminta menaikkan harga BBM.
"Yang sekarang masalahnya bahwa meminta Pak SBY menaikkan BBM sama saja dengan 'jebakan Batman'," kata Wakil Sekjen Partai Demokrat Ramadhan Pohan di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (29/8).
Pohan mengingatkan saat memimpin pemerintahan, SBY telah empat kali menaikkan bahan bakar minyak (BBM). Saat memutuskan kebijakan tersebut, kata Pohan, SBY tidak pernah dipengaruhi kekuatan apapun termasuk internal partai.
"Nah jadi, yang ketiga Pak SBY, orang yang terencana tidak bisa bekerja sembarangan atau acak-acakan. Dia orang yang kebijakan dengan pernecanaan yang matang," ujar Pohan.
Ia mengatakan dengan efektifitas kepemimpinan SBY yang tinggal kurang lebih 25 hari lagi. tidak mungkin SBY mengambil kebijakan menaikkan harga BBM. "Ini kan memberatkan rakyat," imbuhnya.
***
Perppu Negarawan
Rizal Ramli juga mengatakan sebaiknya Presiden susilo Bambang Yudhoyono (SBY) segera mengeluarkan Perppu terkait APBNP 2014. Hal tersebut sebagai saran agar ada penambahan kuota atau jatah bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi agar mencukupi sampai bulan Desember akan datang.
"Kalau SBY mau berbaik hati sama pemerintah Jokowi, dia mau jadi negarawan, ya bikin perpu biar koutanya BBM bersubsidi sampai Desember 2014 masih bisa," ujar Rizal.
Dalam APBN Perubahan 2014, anggaran subsidi BBM dipatok sebesar Rp 246,49 triliun, naik dari alokasi sebelumnya dalam APBN 2014 sebesar Rp 210,6 triliun. Namun hingga bulan Juni 2014, realisasi subsidi BBM sudah mencapai Rp 120,70 triliun atau 49 persen.
Artinya dana terpakai untuk semester pertama, hampir dari separoh, padahal pemakaian semester kedua pasti lebih besar karena volume penjualan kenderaan bermotor terus meningkat. Apalagi arus mudik dan balik lebaran Juli lalu, masuk pada semester kedua.
Rizal khawatir kalau jatah atau kuota minyak tidak ditambah akan menghebohkan pemerintahna Jokowi. "Akan menimbulkan sesuatu kehebohan besar bila BBM tidak mencukupi. Saya khawatir akan menjadi sesuatu, orang-orang bisa marah itu," katanya.
Menurutnya Rizal berdasarkan pengalaman di Indonesia bahkan seluruh dunia, pembatasan pasokan Bahan Bakar Minyak (BBM) itu tidak pernah ada, dan tidak bisa menimbulkan banyak masalah.
"Memang ada uu nya bahwa total bbm bersubsidi itu. Memang bisa habis, tetapi itu bukan masalah yang begitu sulit," katanya.
Andai SBY ngotot tak mau mengeluarkan Perppu, dikhawatirkan setelah bulan Oktober pasokan BBM semakin menipis. Sehingga jatah kuota 46 juta kiloliter BBM tidak akan cukup sampai dengan akhir tahun 2014.
Dengan demikian Rizal memaparkan Jokowi lah yang berinisiatif mengeluarkan perppu untuk memungkinkan mengubah Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2014. Tujuannya supaya ada penambahan kuota BBM sampai dengan bulan Desember.
"Seharusnya begitu dilantik dia (Jokowi) keluarkan Perppu untuk mengubah APBNP untuk 2014 agar ada penambahan kuota. Jadi itu bisa dilewati dengan perpu," katanya.
Dia lalu meminta Joko Widodo mengambil jalan tengah dengan memberantas hal-hal yang dianggap justru menyebabkan harga BBM menjadi tinggi. Dibandingkan memilih membuat keputusan menaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).
"Menurut saya masih ada jalan tengah, adalah beresin dulu dong hal-hal yang menyebabkan mengapa harga itu tinggi," ujar Rizal.
Menurut Rizal masih banyak solusi yang dapat dilakukan pemerintah Jokowi setelah resmi dilantilk pada bulan Oktober mendatang. Jalan tengah tersebut menurutnya, tak lain adalan memberantas mafia migas, Kemudian segera membangun kilang minyak.
Dengan begitu, kata dia bangsa ini bisa memproduksi BBM sendiri sehingga harga BBM dianggap bisa menjadi lebih murah, terlebih lagi dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Selain itu, mempercepat pembangunan tenaga listrik, memakai batubara atau gas. Tak hanya itu yang tak kalah penting lainnya adalah memotong biaya perjalanan para pejabat saat melakukan kunjungan ke luar negeri. Hal itu dianggap sebuah keborosan uang negara yang sangat besar.
"Saran saya Jokowi cari jalan lama, soal BBM itu masalah hilir, jadi selesaikan di hulunya," katanya. (*)