Anas Urbaningrum Dituntut 15 Tahun Penjara
Anas juga dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan karena dianggap jaksa terbukti menerima gratifikasi proyek.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum dituntut 15 Tahun penjara oleh Jaksa KPK.
Selain itu, Anas juga dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan karena dianggap jaksa terbukti menerima gratifikasi proyek
Hambalang dan proyek-proyek lainnya serta melakukan pwncucian uang.
"Menuntut supaya majelis hakim yang mengadili perkara ini menyatakan terdakwa Anas Urbaningrum terbukti melakukn tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucin uang," kata Jaksa Yudi Kristiana membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (11/9/2014).
Dalam pemaparannya, berdasarkan fakta yang muncul di persidangan, tim jaksa meyakini Anas ikut andil dalam upaya pengurusan proyek Hambalang. Tak hanya itu, Anas juga dianggap terlibat proyek-proyek perguruan tinggi di Kemendiknas dan proyek-proyek pemerintah yang dikerkajan Permai Group.
Selain itu, Anas menerima 1 unit mobil Toyota Harrier, 1 unit mobil Toyota Vellfire, dia juga kata Jaksa menerima gratifikasi berupa kegiatan survei pemenangan dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) serta uang Rp 116,525 miliar dan 5.261.070 dolar AS.
Menurut Jaksa ada beberapa tahap penerimaan uang ke Anas secara langsung ataupun tidak langsung. Di antaranya yakni Rp 2,305 miliar dari PT Adhi Karya, Rp 84,515 miliar dan 36.070 dolar AS dari Permai Group atau dari M Nazaruddin sebagai fee lantaran perusahaan itu mendapatkan proyek Kemendiknas dan proyek lain yang dibiayai APBN.
Selain itu juga ada penerimaan Rp 30 miliar dan 5.225.000 dolar AS dari Nazaruddin atau Permai Group sebagai fee karena konsorsium tersebut mendapatkan proyek yang dibiayai APBN.
"Padahal terdakwa mengetahui penerimaan itu untuk mengupayakan pengurusan proyek P3SON Hambalang, proyek di Dikti dan proyek-proyek lainnya yang dibiayai APBN yang didapatkan Permai Group," kata Jaksa Yudi.
Sementata soal pencucian uang, sambung Jaksa Yudi, Anas telah membelanjakan uangnya Rp 20,880 miliar untuk membeli tanah dan bangunan dengan luas 639 m2 di Jalan Teluk Semangka blok C 9 Nomor 1 Duren Sawit, Jakarta Timur, Jalan Selat Makasar Perkav AL Blok C 9 Nomor 22, Duren Sawit, dan dua bidang tanah dengan luas 200 m2 di Jalan DI Panjaitan Nomor 57 Mantrijeron, Yogyakarta dan luas 7870 m2 yang terletak di Jalan DI Panjaitan Nomor 139 Mantrijeron, Yogyakarta.
Anas juga membeli tanah dengan luas 280 m2 di Desa Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta dan sebidang tanah dengan luas 389 m2 di Desa Panggungharjo, Bantul.
Jaksa menjelaskan uang pembelian tanah dan bangunan tersebut berasal dari Permai Gorup yang sebelumnya dileluarkan guna memenangan Anas di Kongres Demokrat pada Mei 2010, sebsar 1,3 juta dolar AS dan Rp 700 juta.
Dalam persidangan Anas, kata Jaksa, tak dapat membuktikan asal usul uangnya secara legal.
"Terdakwa Anas Urbaningrum tidak dapat membuktikan pembelian berasal dari penghasilan yang sah," kata Jaksa Yudi.
Tak hanya itu, Anas juga dianggap jaksa telah menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Hal itu dilakukan Anas dengan cara melakukan pembayaran atas pembelian tanah dan rumah milik Anas tersebut melalui orang lain, serta diatasnamakan dan dialihkan kepemilikannya kepada pihak lain.
Pada tindak pidana pencucian uang, Anas juga disebutkan pernah membayarkan uang Rp 3 miliar yang berasal dari Permai Group untuk pengurusan izin usaha pertambangan (IUP) atas nama PT Arina Kota Jaya.
Lokasi tambang seluas 5.000-10.000 ha itu berada di 2 kecamatan yaitu Kecamatan Bengalon dan Kecamatan Kongbeng Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.
Atas serangkaian perbuatan itu, Jaksa menjerat Anas dengan Pasal 12 huruf (a) juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat (1) KUHP. Dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 huruf C Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 Tahun 2003 tentang pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Merespon tuntutan itu, Anas mengaku akan mengajukan pembelaan pada sidang berikutnya. Begitu juga dengan pihak penasihat hukumnya.
"Baik yang mulia, sebagai terdakwa saya akan menyampaiakan pembelaan pribadi tapi juga ada pembelaan yang akan disiapkan oleh tim PH," kata Anas dalam sidang.
Menurut Anas pembelaan itu perlu disampaikan dirinya, agar majelis hakim dapat mengambil keputusan yang berimbang, adil dan bijaksana.
"Mengapa ini perlu saya dan PH lakukan karena tadu ini tuntutan sangat lengkap kecuali obyektifitas, keadilan dan fakta-fakta persidangan yang lengkap dan berimbang.
Karena itu penting bagi kami sampaikan pembelaan agar di persidangan ini betul-betul berdasarkan fakta yang objektif tidak ada pemaksaan dan kekerasan hukum kepada warga negara. Terima kasih," kata Anas.