Kritisi Kabinet Jokowi, Pengamat: 16 Menteri Parpol Terlalu Banyak
"16 ini sebenarnya terlalu banyak, karena akan menyandera kekuasaan Jokowi apabila tidak di-manage dengan baik,” kata Muradi.
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari Universitas Padjajaran Muradi menilai, jumlah 16 kursi menteri yang dialokasikan presiden terpilih Joko Widodo untuk partai politik pendukungnya, terlalu banyak.
Namun, ia berpendapat, apa yang dilakukan Jokowi dengan memberikan porsi kursi menteri hampir setengah jumlah kementerian, bagian dari upayanya menjaga dinamika politik.
"16 ini sebenarnya terlalu banyak, karena akan menyandera kekuasaan Jokowi apabila tidak di-manage dengan baik,” kata Muradi kepada Kompas.com, Selasa (16/9/2014).
Saat mengumumkan postur kabinet dan jumlah kementerian, Senin (15/9/2014), Jokowi menyebutkan, akan ada 34 kementerian di pemerintahannya.
Dari jumlah 34 itu, 18 kementerian akan dipimpin menteri dari kalangan profesional, sementara 16 kementerian diisi profesional berlatar belakang partai politik.
Muradi berharap, meski pun berasal dari parpol, menteri-menteri itu memiliki rekam jejak secara profesional di bidang yang menjadi tanggung jawabnya.
Hal ini, kata Muradi, akan menghapus kesan posisi yang diberikan Jokowi tak hanya untuk bagi-bagi kekuasaan.
Ia mencontohkan, dalam Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, serta Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali sebagai Menteri Agama.
“Maaf ya, tahu apa Muhaimin itu soal transmigrasi? Lalu Suryadharma itu juga tahu apa dia soal keagamaan? Mungkin hanya karena dia berasal dari partai berbasis agama,” kata dia.
Muradi menambahkan, dengan kekuatan koalisi yang tak dominan di parlemen, Jokowi perlu mrangkul partai lain dari barisan Koalisi Merah Putih untuk memperkuat dukungannya.