Pilkada Langsung atau Dipilih DPRD Sama Saja
Siti Zuhro menegaskan Pilkada langsung atau Pilkada dipilih DPRD itu sama saja, karena sumbernya masalahnya ada di partai politik.
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pro dan kontra RUU Pilkada terus bergulir. Pengamat politik LIPI Siti Zuhro menegaskan Pilkada langsung atau Pilkada dipilih DPRD itu sama saja, karena sumbernya masalahnya ada di partai politik.
"Karena itu, sistem apa saja yang akan disahkan oleh pemerintah dan DPR nanti, yang pasti harus melakukan reformasi partai politik, dan penegakan hukum. Kalau tidak, maka bangsa ini akan terus-menerus melakukan reproduksi politik yang buruk. Seperti perilaku 332 kepala daerah selama ini yang tersangkut kasus hukum dan korupsi," ujar Siti Zuhro dalam dialog kenegaraan ‘Menata ulang pemerintahan daerah’ bersama anggota DPD RI Farouk Muhammad, anggota DPD RI terpilih Nono Sampono, dan Dirjen Otonomi daerah Kemendagri Djohermansjah Djohan di Gedung DPD RI Jakarta, Rabu (17/9/2014).
Menurutnya, masyarakat kita ini komunal, plural, dan majemuk sebagi kekhasan bangsa ini. Bukan masyarakat yang rasional, yang mudah diberi uang receh, dan kalau tak ada perbaikan-perbaikan parpol, saya pesimis demokrasi ini akan lebih baik,” ujarnya.
Menurut Siti, sumber rekrutmen legislatif dan ekskeutif itu di partai, dan partai ini salah satu bagian yang merusak nilai-nilai kearifan lokal melalui recehan uang dalam proses demokrasi selama ini.
“Jadi, harus melakukan reformasi parpol, karena kader itu jantungnya ada di parpol, dan penegakan hukum. Penegakan hukum itu sebagai landasan penting berdemokrasi,” ujar Siti.
Sementara itu kata Djohermansjah Djohan, kedua RUU Pilkada dan RUU Pemda sudah dibahas selama dua setengah tahun dan pada 25 September 2014 nanti akan disahkan. Diantara yang harus diperbaiki adalah terbentuknya raja-raja kecil bupati dan wali kota di daerah yang tidak tersentuh oleh gubernur.
“Ke depan, bupati dan wali kota di bawah instruksi gubernur baik pengawasan maupun pembinanya, dan gubernur bertanggung jawab ke pemerintah pusat,” ujarnya.
Selain itu ada sanksi seperti meninggalkan daerahnya selama satu minggu tanpa seizin gubernur, maka akan mendapat teguran, diberhentikan sementara, dan diberhentikan tetap, dimakzulkan jika terbukti melakukan pelanggaran hukum dan mengalami krisis kepercayaan rakyat.
“Selama ini meraka bebas termasuk dalam menentukan anggaran, menghabiskan APBD, pengangkatan pegawai yang notabene tim suksesnya, terlibat Pilkada langsung dan lain-lain,” ujarnya.