MK Diminta Tafsirkan UU MD3
Pasalnya itu seperti pasal 14, pasal 15 ayat 1 dan 2, serta pasal 34 ayat 4, 5, 6, 7 dalam Undang-undang no 17 tentang MD3.
Editor: Rendy Sadikin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Achmad Rafiq
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Pusat Kajian (Pusaka) Trisakti, Fahmi Habsyi meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memberikan penafsiran terkait beberapa pasal yang mengatur Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Menurutnya, ada tiga pasal kunci yang dapat memperkuat pembahasan di proses sumpah jabatan Jokowi-JK pada 20 Oktober 2014, yang dilakukan malam hari.
Pasalnya itu seperti pasal 14, pasal 15 ayat 1 dan 2, serta pasal 34 ayat 4, 5, 6, 7 dalam Undang-undang no 17 tentang MD3.
"Pasal-pasal itu maknanya penuh multitafsir. Misalnya pada pasal 34 ayat 6 dan 7, yang intinya menyatakan Presiden dan Wakil Presiden harus bersumpah dan berita acara pelantikannya harus ditandatangani Pimpinan MPR. Makanya MK perlu memberikan penafsiran yang tepat untuk pasal itu," jelas Fahmi.
Selain itu, lanjut Fahmi, Pasal 15 ayat 1 sudah jelas bahwa Pimpinan MPR itu terdiri atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua.
"Jika ada satu pimpinan MPR yang tidak hadir, bisa saja itu menjadi dasar perdebatan di rapat paripurna MPR. Sehingga saya yakin 99 persen perdebatan itu akan berlanjut hingga larut dan berpotensi adanya vacum of power," tandasnya.
Menurut Fahmi, pelantikan di malam hari sangat beresiko adanya kudeta konstitusional. Selain itu, tidak ada yang bisa menjamin apabila ada segelintir orang yang membuat pelantikan tersebut melewati pukul 00.00 WIB.
"Harus dipastikan tidak adanya vacum of power. Sekarang hanya MK yang bisa menafsirkan ayat-ayat tersebut. Jika pelantikan tetap dilaksanakan malam hari, kita harus waspada," tandasnya.