Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

MK Diminta Tafsirkan UU MD3

Pasalnya itu seperti pasal 14, pasal 15 ayat 1 dan 2, serta pasal 34 ayat 4, 5, 6, 7 dalam Undang-undang no 17 tentang MD3.

Editor: Rendy Sadikin
zoom-in MK Diminta Tafsirkan UU MD3
Tribunnews/Herudin
Ketua Majelis Hakim Konstitusi, Hamdan Zoelva (tengah) bersama para hakim konstitusi, (dari kiri) Muhammad Alim, Maria Farida Indrati, Patrialis Akbar, dan Wahiduddin Adams memimpin jalannya sidang uji materi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3) di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Senin (29/9/2014). MK menolak gugatan UU MD3 terkait penentuan jabatan pimpinan di parlemen yang akan dipilih langsung oleh anggota DPR dan tidak lagi diberikan kepada partai politik sesuai perolehan kursi. Dua hakim konstitusi, yakni Arief Hidayat dan Maria Farida Indrati menyatakan dissenting opinion (berbeda pendapat) atas putusan tersebut. TRIBUNNEWS/HERUDIN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Achmad Rafiq

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Pusat Kajian (Pusaka) Trisakti, Fahmi Habsyi meminta kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memberikan penafsiran terkait beberapa pasal yang mengatur Undang-undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Menurutnya, ada tiga pasal kunci yang dapat memperkuat pembahasan di proses sumpah jabatan Jokowi-JK pada 20 Oktober 2014, yang dilakukan malam hari.

Pasalnya itu seperti pasal 14, pasal 15 ayat 1 dan 2, serta pasal 34 ayat 4, 5, 6, 7 dalam Undang-undang no 17 tentang MD3.

"Pasal-pasal itu maknanya penuh multitafsir. Misalnya pada pasal 34 ayat 6 dan 7, yang intinya menyatakan Presiden dan Wakil Presiden harus bersumpah dan berita acara pelantikannya harus ditandatangani Pimpinan MPR. Makanya MK perlu memberikan penafsiran yang tepat untuk pasal itu," jelas Fahmi.

Selain itu, lanjut Fahmi, Pasal 15 ayat 1 sudah jelas bahwa Pimpinan MPR itu terdiri atas satu orang ketua dan empat orang wakil ketua.

"Jika ada satu pimpinan MPR yang tidak hadir, bisa saja itu menjadi dasar perdebatan di rapat paripurna MPR. Sehingga saya yakin 99 persen perdebatan itu akan berlanjut hingga larut dan berpotensi adanya vacum of power," tandasnya.

Berita Rekomendasi

Menurut Fahmi, pelantikan di malam hari sangat beresiko adanya kudeta konstitusional. Selain itu, tidak ada yang bisa menjamin apabila ada segelintir orang yang membuat pelantikan tersebut melewati pukul 00.00 WIB.

"Harus dipastikan tidak adanya vacum of power. Sekarang hanya MK yang bisa menafsirkan ayat-ayat tersebut. Jika pelantikan tetap dilaksanakan malam hari, kita harus waspada," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas