Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jokowi-JK Diingatkan Waspada Kabinetnya Diisi Neolib

Ichsanuddin juga menyatakan banyak pihak yang mempertanyakan, bagaimana mungkin mereka yang tidak berkeringat justru memperoleh kursi kabinet?

Penulis: Hasanudin Aco
zoom-in Jokowi-JK Diingatkan Waspada Kabinetnya Diisi Neolib
TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO
Pengamat Ekonomi dan Politik, Ichsanuddin Noorsy, berikan keterangan kepada wartawan berkaitan akan kenaikan harga BBM, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta. Kamis (1/3/2012) (TRIBUNNEWS.COM/FX ISMANTO) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden dan wakil presiden terpilih, Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-JK) sedang melakukan rekrutmen posisi menteri dan lembaga pemerintah, dimana alokasi 34 kursi menteri dan 3 kursi menteri koordinator (Menko) bergeser menjadi 33 kursi menteri dan 4 kursi Menko.

Belakangan, bersamaan dengan isu rekrutmen, nama-nama menteri dari kalangan neoliberal mencuat. Oleh karena itu, Pengamat Kebijakan Publik Ichsanuddin Noorsy mengingatkan Jokowi-JK agar waspada.

Dia memberi contoh nama Sri Mulyani dan mereka yang beraroma kelompok mantan Partai Sosialis Indonesia (PSI), yang kini menjadi pembicaraan dan pemberitaan media massa.

Ichsanuddin tak menolak bila kerisauan kembali mengiringi kemunculan nama-nama itu.

"Lalu kenapa banyak kalangan nasionalis begitu risau dengan kelompok neolib ini?
Jawabnya sederhana, karena kaum neolib mengambil posisi sebagai pejuang-pejuang internasionalisme atau globalisme," kata Ichsanuddin Noorsy di Jakarta, Selasa (14/1/2014).

Menurutnya, kejuangan kelompok itu dengan tekanan pada mekanisme pasarnya telah menorehkan prestasi luar biasa.

Misalnya melakukan liberalisasi perbankan, keuangan dan perdagangan sehingga Indonesia terkena krisis ekonomi moneter 1997/1998.

Berita Rekomendasi

Mereka juga merestrukturisasi perekonomian nasional berdasarkan titah IMF dan sangat demikian patuh terhadapnya.

Kelompok itu juga dibalik pembentukan Dewan Ekonomi Nasional pada era Abdurrahman Wahid sehingga tidak ada kebijakan yang tidak bocor ke Bank Dunia, IMF dan lembaga asing lainnya.

"Lalu mereka duduk lagi di Kabinet Indonesia Bersatu Jilid I yang mengakibatkan utang program makin meningkat sehingga peraturan dan kebijakan perekonomian nasional makin liberal," ujar Ichsanuddin.

Yang paling terakhir, kelompok itupun membela bahwa bail out Bank Century adalah benar. Kebijakan tidak bisa dipidanakan, kata Ichsanuddin, sementara KPK telah memvonis 10 tahun penjara bagi Budi Mulya.

"Yang lebih mengagumkan lagi, mereka telah membuat ketimpangan di berbagai hal. Dari ketimpangan pendapatan, ketimpangan intelektual, ketimpangan sektoral, ketimpangan regional, hingga ketimpangan sosial," ujarnya.

Yang paling merisaukan, dampak semua ketimpangan itu adalah menguatnya potensi kerusuhan sosial.

Ichsanuddin juga menyatakan banyak pihak yang mempertanyakan, bagaimana mungkin mereka yang tidak berkeringat justru memperoleh kursi kabinet Jokowi-JK.

Dan menurutnya, pendapat itu tidak sepenuhnya benar, karena kebanyakan kaum neolib 'berkeringat' menjadi perpanjangan tangan atau memberi akses kalangan asing, aseng, dan pengasong kepentingan tertentu ke pemegang kekuasaan.

"Itu bukti mereka berjasa. SBY saja tidak peduli dan tetap menjadikan Chatib Basri sebagai Kepala BKPM dan lalu menjadi Menkeu, walau sudah diinfokan Kwik Kian Gie dan Sri-Edi Swasono bahwa yang bersangkutan gagah menyatakan, kantongi nasionalisme," jelasnya.

Karenanya, dalam konteks mengingatkan Jokowi-JK agar semakin waspada, Ichsanuddin menyatakan seharusnya Jokowi-JK kembali memaknai Revolusi Mental, Trisakti Bung Karno, atau Nawacita. Pada titik itu, seorang Presiden dan Wakil Presiden harus selalu ingat sumpahnya memegang teguh Konstitusi.

"Yang berarti, siapapun Presidennya, harus konsisten dengan amanah Konstitusi sebagaimana Megawati menegaskannya dalam Pidato Pembukaan Rakernas PDI-P di Semarang, 19 Oktober 2014," jelas Ichsanuddin.

"Akankah demikian, waktu yang akan memberitakannya. Yang jelas, kaum neolib memang penuh prestasi: menihilkan rasa kebanggaan sebagai bangsa berbasis konstitusi 1945," dia menambahkan.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas