Langkah Mendagri Soal Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, KH Maman: Pluralisme Jati Diri Indonesia
Kyai Maman menegaskan, Mendagri harus bergerak di garda depan dalam penegakkan konstitusi soal kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo menegaskan akan memberikan teguran kepada para kepala daerah yang wilayahnya belum menjalankan kebebasan memeluk agama dan kepercayaan kepada warganya.
Rencananya, Tjahjo juga akan mengadakan pertemuan khusus dengan para kepala daerah dan jajarannya terkait hal ini.
Penegasan itu dilontarkan Tjahjo usai menerima perwakilan dari para pegiat dan tokoh-tokoh lintas agama di kantornya, Rabu (5/11/2014) sore.
Hadir dalam pertemuan yang berlangsung kurang lebih satu jam tersebut antara lain Anggota DPR RI, KH Maman Imanulhaq dari Fraksi PKB, Jalaluddin Rahmat dari Fraksi PDIP, serta sejumlah tokoh aktivis antidiskriminasi seperti Eva Kusuma Sundari, Dewi Kanti, serta Bona Sigalingging.
Kyai Maman menegaskan, Mendagri harus bergerak di garda depan dalam penegakkan konstitusi. "Dalam bernegera kita harus berpegang pd konstitusi. Di mana negara menjamin kebebasan beragama dan berkeyakinan. Indonesia yang dibangun dengan basis pluralitas harus tumbuh dan berkembang tanpa diskriminasi. Pluralisme adalah jati diri Indonesia. Tidak ada warga kelas 2, semua harus dijamin rasa aman dan kesejahteraannya," kata KH Maman.
"Maka kami mengusulkan sebuah pertemuan antara Kemendagri dengan Kementrian Agama, aparat keamanan, dan para kepala daerah yang wilayahnya masih bermasalah soal kebebasan beragama yang melibatkan kelompok-kelompok yang jadi korban diskriminasi," ujar Maman kepada Tribunnews.com.
Tokoh Muda NU ini juga meminta agar Kemendagri bisa memetakan wilayah-wilayah berpotensi konflik. Tujuannya agar pihak terkait dapat segera mencari akar permasalahan serta solusi yang tepat atas persoalan ini.
"Dari berbagai temuan di lapangan, ternyata masalahnya bukan sekadar IMB atau hal teknis lain, melainkan tidak adanya pemahaman dan kemauan dari kepala daerah untuk menjalankan perundangan yang ada terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan. Di samping itu, penting pula memperlihatkan contoh daerah yang mampu menciptakan dialog dan rasa aman kepada warganya yang berbeda keyakinan dan kepercayaannya. Ambil contoh Provinsi Bali atau kabupaten Wonosobo, Jawa tengah, " Jelas Tokoh Pluralisme Nasional ini.
Adapun Eva Kusuma menyebut, tindak lanjut atas hasil pertemuan Mendagri dengan para kepala daerah dan jajarannya nanti penting untuk meringkaskan birokrasi terkait pengurusan hak-hak sipil kaum minoritas.
Selama ini kata Eva, banyak kesulitan yang ditemui dalam mengurus keadministrasian sebagai warga negara meski keyakinan dan epercayaan mereka diakui dan dilindungi negara.
"Soal buat KTP atau akta nikah saja misalnya. Meski sudah diakui, namun pada tataran birokrasi mereka masih dipersulit. Alasannya, meski sudah ada pengakuan tetapi belum ada disposisi dari kementerian terkait yang mengatur soal itu," ujar Eva.