PGI Dukung Pernikahan Beda Agama
PGI menganggap larangan itu telah mengabaikan hak seseorang yang ingin menikah.
Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketentuan melarang perkawinan beda agama dalam ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dinilai melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Hal itu disampaikan anggota Komisi Hukum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Nikson Lalu dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Rabu (5/11/2014) siang.
Menurutnya, PGI menganggap larangan itu telah mengabaikan hak seseorang yang ingin menikah. Larangan itu kata dia juga berpotensi menimbulkan perilaku yang menyimpang, seperti hidup bersama tanpa perkawinan.
"Banyak pasangan yang beda agama terjebak dalam situasi yang tidak mereka kehendaki yaitu tidak memiliki rasa moral seperti hidup bersama tanpa menikah. Makanya pasal ini justru membuat potensi penyimpangan moral dan spiritual karena banyaknya catatan sipil menolak menikahkan mereka" kata Nikson
Nikson berpendapat lembaga catatan sipil harusnya hanya bertugas melakukan pencatatan atas terjadinya pernikahan. Tetapi faktanya, tuding dia, lembaga tersebut telah melampaui wewenangnya dengan menolak pencatatan pernikahan beda agama.
"Artinya lembaga ini mengintervensi keabsahan dari suatu perkawinan yang telah disahkan oleh agama," kata Nikson
Oleh karena itu menurut Nikson, Pasal 2 ayat 1 UU Perkawinan diberlakukan menggunakan interpretasi yang sempit. Menurutnya itu diskriminatif.
"Bahwa penerapan Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan telah menyimpang dari rasa keadilan, karena secara teologis orang yang berbeda agama pun tidak boleh dilarang untuk menikah," kata Nikson
Hari ini MK melanjutkan sidang kelima perkara gugatan atau perkara pengujian konstitusionalitas Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang hukum perkawinan menurut agama. Agenda sidang menjadwalkan mendengarkan keterangan dari sejumlah lembaga keagamaan dan ormas keagamaan.
Sidang gugatan beda agama itu mendengar sikap dari perwakilan lembaga MUI, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Wali Umat Budha Indonesia (Walubi) serta Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI).