Pengamat Ini Sebut 6 Jurus Andalan Jokowi-JK
Jokowi-JK harus memproteksi dan mensubsidi seluruh produk dalam negeri.
Penulis: Rachmat Hidayat
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA - Pemerintahan Jokowi-JK sudah mengeluarkan sejumlah kebijakan yang dinilai justru membuat tingkat kepuasan publik menurun. Kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan karitatif.
"Era blusukan sudah. Cari investor asing, sudah. Kerja kartu sudah. Ujungnya program kenaikan harga BBM, juga sudah. Lalu, kenapa tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi-JK menurun?
Jawabannya adalah karena kerja itu berbasis nasionalisme karitatif atau pinggiran," kata Yudhie Haryono, Ahli ekonomi-politik di Pusat Kajian Pancasila & Kepemimpinan, Universitas Muhammadiyah Purwokerto, di Jakarta, Selasa (18/11/2014).
Yudhie menjelaskan, kebijakan-kebijakan Jokowi-JK belum menyentuh persoalan subtansi dasar berbangsa dan bernegara. Kebijakan yang ada, menurutnya, hanya solusi jangka pendek.
Kebijakan itu, Yudhie menjelaskan, harus diperdalam dengan kebijakan subtantif yang basisnya adalah Pancasila dan konstitusi.
Dalam konteks itu, katanya lagi, ada momentum bagi Jokowi-JK melakukan kerja konstitusional, minimal dalam enam hal.
Pertama, renegosiasi seluruh kontrak karya, jika tak berani nasionalisasi aset strategis.
Kedua, hapus semua utang najis yang selama ini membebani APBN.
Ketiga, Jokowi-JK harus memproteksi dan mensubsidi seluruh produk dalam negeri.
Keempat, sita aset-aset koruptor dan obligor nakal.
"Kelima, tradisikan nasionalisme di semua sektor pendidikan formal, informal, dan non formal. Keenam, investasi nasional berkelanjutan," jelas Yudhie.
"Kebijakan karitatif seperti kerja "mengobati lambung dengan kerokan". Artinya, bisa menyembuhkan tapi efeknya sebentar. Di dalam waktu singkat, penyakit itu akan datang lagi dan bakan dengan serangan lebih hebat," Yudhie menegaskan.
"Karenanya obat hanya satu, yakni kebijakan nasionalisme subtantif. Itulah definisi kerja konstitusional," tambahnya.
Jika tidak segera dilakukan, Yudhie yakin, kepuasan warga negara terhadap pemerintahan Jokowi-JK akan ke titik nadir. Sementara di sisi lain, imbuhnya, gelombang neoliberal akan jadi arus balik yang mencekik.
"Itu menyalahi janji kampanye revolusi mental sebagai usaha menghasilkan mental-mental revolusioner. Yang prokonstitusi, prorakyat miskin, propemerataan, prolingkungan, promasa depan yang terangkum dalam slogan 'Jokowi adalah Kita," paparnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.