Pemerintah Bakal Tertibkan Atribut GAM
Pemerintah pusat akan meminta pemerintah Aceh tidak lagi menggunakan atribut Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Editor: Rendy Sadikin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah pusat akan meminta pemerintah Aceh tidak lagi menggunakan atribut Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Demikian dikatakan Menteri Kordinator Politik Hukum dan HAM (Menkopolhukam), Tedjo Edhy Purdjianto.
Hal itu rencanannya disampaikan ke Pemerintah Provinsi Aceh dalam waktu dekat. Tedjo mengatakan hal itu sudah dibahas dalam rapat dengan Jusuf Kalla, yang juga diikuti Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tjahjo Kumolo dan Menteri Koordinator Perekonomian, Sofyan Djalil.
Pemerintah, kata Tedjo, menyerahkan sepenuhnya penggantian atribut-atribut GAM ke Pemprov Aceh, dan berharap kedepannya atribut-atribut yang berkaitan dengan GAM tidak lagi digunakan. Bahkan nama GAM, kata Tedjo, juga diharapkan tidak lagi digunakan.
"Kita minta mereka ganti asal jangan GAM. Bisa partai Aceh, partai nasional aceh, ya itu boleh. Bendera juga boleh, PSSI saja punya bendera dan kita kasih. Yang ada kesan GAM itu jangan," katanya di kantor Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (19/11/2014).
Hal itu, kata Menkopolhukam, merupakan salah satu kesepakatan yang tertera di perjanjian Helsinki, yang disepakati antara GAM dengan pemerintahan Indonesia pada tahun 2005 lalu. Di perjanjian itu tertulis Aceh mendapat otonomi khusus, namun atribut-atribut GAM harus ditanggalkan.
Tedjo mengatakan pemerintah juga sudah memikirkan hal itu baik-baik, sehingga diyakini tidak akan memicu aksi-aksi separatis dari rakyat Aceh seperti sebelum perjanjian Helsinki.
Sebagai imbalan dari penghapusan atribut GAM, Tedjo mengatakan pemerintah akan memenuhi keinginan pemerintah Aceh soal pengelolaan pulau-pulau di wilayah Aceh. Pemerintah akan memberikan hak pengelolaan sebagian besar pulau-pulau di Aceh ke pemerintah daerah.
Pemerintah Aceh juga sempat meminta pengelolaan tambang di wilayah perairan Aceh. Namun wilayah yang dimaksud mencakup perairan Selat Malaka sesuai wilayah kerajaan Aceh. Kata Tedjo pemerintah tidak mungkin memenuhi hal itu.
"Mereka artikan sama seperti zaman kerajaan sampai Selat Malaka, dan ini tidak benar. Kita gunakan aturan hukum berlaku," tandasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.