Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jokowi Berpotensi Lakukan Mal Administrasi Bila Kartu Sakti Dibiarkan

Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana menjelaskan kartu sakti Jokowi masih banyak reduplikasi di daerah

Penulis: Adi Suhendi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Jokowi Berpotensi Lakukan Mal Administrasi Bila Kartu Sakti Dibiarkan
Warta Kota/henry lopulalan
Presiden Joko Widodo di dampingi oleh Ibu Negara Iriana peluncuran Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kantor Pos Besar, Jakarta Pusat, Senin (3/11/2014). Peluncuran kartu yang di hadiri oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani,Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek dan menteri Kabinet Kerja lainya tersebut sebagai pemenuhan janji Jokowi semasa kampanye dulu. (Warta Kota/Henry Lopulalan) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang diluncurkan presiden Joko Widodo berpotensi terjadi mal administrasi bila program tersebut dibiarkan tanpa ada pembenahan lebih dahulu di tingkat daerah.

Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana menjelaskan kartu sakti Jokowi masih banyak reduplikasi di daerah misalnya Kartu Jakarta Sehat di DKI Jakarta dan Jembrana di Bali.

"Sangat duplikatif dan sangat over budget, jadi pemerintah harus benar-benar menghilangkan salah satunya," ungkap Danang.

Dikatakanya, Jokowi tentu sadar betul kebijakangannya tersebut tumpang tindih dengan kebijaakan pemerintah daerah. Sehingga Ombudsman menyarankan Jokowi menertibkan terlebih dahulu kebijakan-kebijakan yang sama di daerah sebelum mengeluarkan kebijakan secara nasional.

"Sayangnya kebijakan nasionalnya sudah muncul, di daerah belum dirapihkan maka sekarang ada banyak pertentangan dari pemerintah daerah. Kita dengar sendiri DKI misalnya, Solo juga memiliki kartu-kartu yang sama, provinsi Bali, mereka mempertanyakan bagaimana, apakah kami harus menutup pelayanan insurence di pemerintah daerah?" ungkapnya.

Danang khwatir bila kebijakan kartu sakti Jokowi terus dijalankan tanpa ada pembenahan terlebih dahulu di daerah maka akan terjadi tumpang tindih pendanaan yang nilainya mencapai Rp 60 sampai Rp 80 miliar per tahun untuk pendidikan dan kesehatan gratis kemudian dikalikan daerah-daerah yang sudah menerapkan kebijakan serupa.

"Negara juga menerbitkan hal yang sama ini menjadi redunden yang tidak boleh diteruskan, harus segera dihentikan mumpung belum sampai APBN 2015. Kalau ini dibiakran maka bapak presiden bersama seluruh jajarannya melakukan mal adminsitasi, menerbitkan kebijakan yang mengakibatkan dobel anggaran dan mengakibatkan pemborosan negara meskipun visinya baik tapi harus benar-benar diperbaiki dulu," ungkapnya.

Berita Rekomendasi
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas