Rizal Ramli Sebut Pembayaran Utang BLBI Berubah Ketika Tidak Lagi Menteri
Ada yang ngelobi pada pemerintah pata waktu itu, 97-98 akhirnya diganti dengan menyerahkan aset.
Penulis: Eri Komar Sinaga
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bekas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli, menguak mengenai penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai Rp 147,7 triliun kepada 48 bank.
Menurut Rizal, saat krisis yang melanda Indonesia dan pemerintah menyelamatkan bank yang kolaps, pemilik bank yang berutang harusnya membayar utangnya dalam bentuk rupiah sehingga bisa ditagih setiap saat.
Akan tetapi, kata Rizal, kebijakan terebut berubah lantaran lobi kepada pemerintah agar utang diganti melalui penyerahan aset.
"Ada yang ngelobi pada pemerintah pata waktu itu, 97-98 akhirnya diganti dengan menyerahkan aset. Aset-aset ini banyak yang kurang bagus, sebagian busuk, sebagian nggak sesuai nilainya, tapi seolah-olah sudah menyerahkan aset yang benar," ungkap Rizal usai memberikan keterangan kepada KPK, Jakarta, Senin (22/12/2014).
Saat menjabat Menko Perekonomian, Rizal mengaku melihat kelemahan mekanisme pembayaran utang melalui lego aset tersebut. Akhirnya, setelah mendapatkan masukan dari ahli-ahli ekonomi terkemuka, pemerintah memutuskan semua obligor yang punya beban besar kepada BPPN harus menyerahkan personal 'guarantee noted'.
"Artinya apa, konglomerat yang bersangkutan bertanggung jawab hingga tiga generasi sampai seluruh kewajibannya terlunasi," ujar Rizal.
Sayang, kebijakan tersebut hilang bersamaan setelah dirinya tidak lagi menjabat menteri. "Nah ini sebetulnya senjata pamungkas supaya pemerintah punya bargaining. Tapi setelah kami nggak jadi menteri dan pemerintahnnya ganti, beberapa tahun, personal guarantee ini dikembalikan lagi," kata Rizal.
Walau demikian, ada juga para obligor yang memenuhi atau membayar utangnya kepada pemerintah. Sebagian ada yang tidak lunas atau bolong-bolong. Padahal para obligor tersebut kaya raya. "Untuk itu kami mengimbau bayarlah kewajibannya pada pemerintah," ujar Rizal.
Sekadar informasi, SKL dikeluarkan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) berdasarkan Instruksi Presiden Megawati Soekarnoputri Nomor 8 Tahun 2002. Berdasarkan SKL dari BPPN itu, Kejaksaan Agung menindaklanjutinya dengan menerbitkan SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan).
Belakangan diketahui bahwa perilaku debitur BLBI diduga penuh tipu muslihat. Debitur BLBI mengaku tidak mampu lagi melaksanakan kewajibannya mengembalikan BLBI dan bersedia menyerahkan asetnya kepada negara melalui BPPN.
Namun saat aset-aset itu dilelang BPPN dengan harga sangat murah, para obligor membeli lagi aset-aset tersebut melalui perusahaan miliknya di luar negeri. Aset tetap dikuasai debitur, sementara debitur bersangkutan sudah dinyatakan bebas dari kewajiban mengembalikan dana BLBI.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.