Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

YLBHI Minta Jokowi Stop Rencana Eksekusi 6 Terpidana Mati

YLBHI meminta Jokowi menghentikan rencana eksekusi terhadap enam terpidana mati yang akan dilaksanakan Minggu (18/1/2015) dini hari nanti.

Penulis: Yulis Sulistyawan
zoom-in YLBHI Minta Jokowi Stop Rencana Eksekusi 6 Terpidana Mati
Tribunnews.com/Tribunnews.com/Andri Malau
Presiden Joko Widodo (Jokowi) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Jokowi yang ramah dan murah senyum serta suka blusukan telah menolak semua grasi (pengampunan) yang diajukan kepada Presiden sebagai panglima penegakan hukum oleh narapidana hukuman mati. Jokowi bahkan telah memerintahkan hukuman mati dilaksanakan. YLBHI menilai, hukuman mati bertentangan dengan konstitusi. Atas dasar itu, YLBHI meminta Jokowi menghentikan rencana eksekusi terhadap enam terpidana mati yang akan dilaksanakan Minggu (18/1/2015) dini hari nanti.

"Visi dan misi Jokowi untuk menghormati dan menuntaskan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia tidak sesuai dengan  statemen Jaksa Agung HM Prastyo mengenai para narapidana  yang akan dieksekusi pada Minggu, 18/1/2015 ini," tulis Direktur Advokasi dan Kampanye  YLBHI Bahrain dalam rilis yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (17/1/205).

Menurut Bahrain, Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan, untuk gelombang pertama dan berikutnya pihaknya mendahulukan pelaksanaan eksekusi mati untuk narapidana kejahatan narkotika. Eksekusi ini dilakukan sebagai bukti komitmen pemerintah untuk memberantas peredaran narkoba didalam negeri.

Narapidana yang akan dieksekusi MInggu, 18/1/2015 ini terdiri dari empat orang laki-laki dan dua orang perempuan. Lima orang narapidana akan dieksekusi di Lembaga Pemasyarakatan Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah. Sisanya di LP Boyolali, Jateng. Eksekusi dilakukan dengan cara ditembak sampai mati.

Mereka adalah Namaona Denis (48) warga Negara (WN) Malawi, Marco Archer Cardoso Moreira (53), WN Brazil, Daniel Enemuo alia Diarrassouba Mamadou (38) WN Nigeria, Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir (62) kewarganegaraan tidak jelas, Tran Thi Bich Hanh (37) WN Vietnam, dan Rani Andriani alias Melisa Aprilia Warga Cianjur, Jawa Barat.

Pelaksanaan eksekusi terpidana mati menurut Jaksa Agung tanpa mengabaikan hak-hak terpidana, merupakan penegasan dan sinyal kepada para pelaku jaringan sindikat narkotika bahwa Indonesia tidak main-main memerangi kejahatan narkotika. Indonesia tidak akan berkompromi dengan jaringan sindikat narkotika dan akan tetap konsisten bersikap keras dan tegas, tiada ampun bagi bandar dan pengedar. Bahkan presiden pun mengatakan tidak ada maaf.

"Sekarang, harapan penggiat HAM yang memilih Jokowi karena komitmen atas penegakan hukum dan perlindungan HAM, dan karena  menentang calon Presiden yang lain karena diduga melakukan pelanggaran HAM, menghilangkan nyawa dan melakukan penculikan seakan sirna. Dengan pelaksanaan hukuman mati merupakan pelanggaran HAM, HAM merupakan hak non derogable right,yaitu hak yang tidak boleh diganggu dan dihilangkan dalam keadaan apapun dan waktu kapan pun," lanjut Bahrain.

Berita Rekomendasi

Sementara tujuan pemidanaan terhadap terpidana sebagaimana teori pembinaan yang dianut oleh Indonesia sekarang ini dalam konsep pemasyarakatan, untuk memperbaiki terpidana dan mengembalikan terpidana kembali menjadi bagian dari masyarakat.

Pembinaan itu sendiri, guna memperbaiki atau merubah seseorang melalui teori pembinaan dan pemasyarakatan dalam sistem hukum yang dianut Indonesia dalam teori hukum modern.

"Tujuan pemidanaan yang dianut oleh Indonesia adalah semangat ke arah perlindungan  HAM dengan membangun system kearah yang lebih manusiawi dan lebih rasional, sehingga system pidana retribution atau untuk tujuan memuaskan salah satu pihak dengan tujuan menggunakan teori balas dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi korban. Hal ini bersifat primitive dan tidak boleh dianulir kembali oleh negara hukum yang memiliki prinsip-prinsip penegakan HAM, demokrasi dan equality before the law," lanjut Bahrain.

Bagi Bahrain, meningkatnya kejahatan narkoba, terorisme, atau kriminal lainnya tidak semata-mata disebabkan oleh ketiadaan hukuman mati atau adanya hukuman mati.

"Namun karena problem struktural lainnya  yang terjadi dalam proses bernegara dan culture yang ada, seperti kemiskinan atau aparat hukum/negara yang korup dan system negara yang tidak pro rakyat atau hilangnya rasa adil di tengah-tengah masyarakat mengakibatkan kepercayaan masyarakat akan penegakan hukum negara Indonesia hilang dan apatis terhadap penegakan hukum," lanjutnya.
Bahkan untuk kejahatan terorisme, hukuman mati umumnya justru menjadi faktor yang menguatkan tindakan terorisme untuk dilakukan lagi dan berulang kali, sehingga hukuman mati justru dianggap menjadi amunisi ideologis  guna meningkatkan radikalisme dan militansi para pelaku dan pengikutnya.

Baginya, hukum Indonesia adalah warisan dan  peninggalan Belanda. Pada saat itu, hukuman mati hanya ditujukan kepada pribumi sebagai upaya politik untuk membunuh perlawanan pribumi terhadap penjajah yang bertentangan dengan prinsip HAM. Sementara, pada saat itu hukuman mati ini telah dihapuskan oleh Belanda pada tahun 1890-an, disaat menjajah Indonesia.

Meskipun Belanda telah menghapus hukuman mati, Indonesia masih memberlakukan hukuman mati dalam system hukum  Indonesia. Hal ini bertentangan dengan semangat Indonesia untuk melakukan reformasi hukum  sesuai sila ke-dua Pancasila. Semangat yang sama juga diiringi dengan amandemen UUD 1945 dalam Pasal 28 huruf A dan Huruf  I ayat (1) yang melindungi hak hidup sebagai hak konstitusional dalam UUD 1945.

"Ketika hukuman mati diterapkan dalam pelaksanaan hukuman dan pemidanaan,  dapat dikategorikan hukuman mati bertentangan dengan konstitusi negara dalam semangat yang dibangun dalam perlindungan HAM," tegas Bahrain.

Atas dasar itulah, YLBHI menyatakan bahwa hukuman mati dalam sistem hukum Indonesia adalah inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 28 huruf A dan Huruf  I ayat (1) yang melindungi hak hidup sebagai hak konstitusional dalam UUD 1945 dan tidak sesuai dengan Sila ke II Kemanusiaan yang adil dan beradab dari Pancasila.

"Bahwa Hak hidup adalah hak kodrati yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun dan dalam keadaan apapun (Non-Derogable), sebagaimana hal ini juga dijamin dan dilindungi oleh  UUD 1945," lanjut Bahrain.

YLBHI kemudian Mendesak Jokowi untuk menghentikan proses eksekusi mati terhadap terpidana mati sebagai wujud komitmen menegakkan hukum secara manusiawi dan melindungi HAM karena bertentangan dengan semangat dari prinsip-prinsip negara hukum dan konstitusi negara republik indonesia dan upaya penuntasan Pelanggaran Hak asasi Manusia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas